Rumah Laba-laba

Dec 9, 2014

Tulisan tanggal 16 January 2014

scienceblogs.com

Pagi ini, tilawah saya “melewati” satu ayat dalam surat Al Ankabut yang cukup membekas di ingatan sampai saya memutuskan untuk menulis catatan ini. Surat An Ankabut, yang berarti “Laba-laba” adalah surat ke-29 dalam Kitab Suci Al Qur’an. Ayat yang saya bicarakan adalah ayat ke-41, barangkali ada yang sudah menebak dengan melihat judul catatan. Berikut terjemahan ayat yang saya kopi dari Al Qur’an digital:

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” (29: 41)

Nah, mengapa ayat tersebut “menjeda” bacaan tilawah saya? Saya teringat sedikit informasi mengenai ayat ini yang saya dapatkan beberapa hari yang lalu, dan saya ingin membaginya. Ada maksud luar biasa mengapa Dia menganalogikan rumah laba-laba sebagai rumah yang paling lemah. Mari kita lihat sekali lagi kalimat kedua dalam terjemahan ayat tersebut.

“…Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba, kalau mereka mengetahui.”

Mari kita lihat rumah laba-laba, mengapa dikatakan sebagai rumah yang paling lemah?

Rumah laba-laba, atau jaring laba-laba, adalah sebuah karya luar biasa karena jaring itu bisa menjebak dan menjerat makanan laba-laba seperti lalat, nyamuk, atau serangga kecil lain yang tidak lebih menyeramkan dari laba-laba. Tapi di situlah intinya: mangsa.

Rumah laba-laba dikatakan “lemah” bukan hanya karena jaringnya bisa putus, namun juga karena “apa yang terjadi di dalamnya”. Di rumah laba-laba, kita bisa melihat situasi yang menggambarkan pertengkaran rumah tangga yang mengerikan -- kalau kita mengetahui.  Sebuah hubungan keluarga di mana hubungan antara suami dan istri hanya semata-mata karena karena asas manfaat, di mana salah satu dari keduanya menikahi pasangannya hanya untuk “dikonsumsi”.

Menurut informasi yang saya dapat, secara umum laba-laba betina akan memakan tubuh pasangannya selepas mereka kawin. Seakan meniru ibunya, anak-anak laba-laba yang dilahirkan nanti juga akan memangsa tubuh ibunya sebagai sumber makanan. Menjijikkan memang.

Saya tidak ingin kalian membayangkan, ini tapi inilah kenyataannya. Sebuah alur kehidupan yang kejam. Kalau Allah lah yang menciptakan alur seperti itu, apakah Dia kejam? Tentu tidak demikian.
Allah menciptakan fenomena seperti itu sebagai contoh luar biasa bahwa rumah yang paling lemah bukanlah rumah keluarga yang lemah secara ekonomi, pendidikan, atau status sosial, melainkan adalah rumah yang anggota keluarganya memperlakukan satu sama lain dengan kejam.

Pernikahan semestinya membawa kebahagiaan, dan rumah adalah tempat berlindung yang nyaman dan damai. Satu dua perselisihan mungkin bisa terjadi, namun yang mesti diingat adalah bahwa dalam keluarga, semua bukan tentang satu orang (suami atau istri) saja. Dalam sebuah hubungan suami-istri, masing-masing belajar untuk hidup bersama sebagai satu kesatuan, meski dalam dua tubuh. *Sok tahu bingits, padahal belum merit*

Dalam keluarga yang baik, semua anggota keluarga bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan penuh cinta dan kasih sayang. Maka dari itu, tidak perlu ada pertengkaran hanya karena sedikit perbedaan pendapat. Bagaimana kita bisa mengharapkan bahtera rumah tangga yang berdiri kuat bila kita membangunnya dengan perselisihan? *eaaa, plus sok tahu level KUA*

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa pria terbaik secara karakter adalah pria yang paling baik terhadap istrinya.  Maka dari itu, suami berkewajiban untuk menyediakan (nafkah), melindungi, menghormati, memandu, dan mendidik istri dengan baik.*sekarang ngomong doang gampang*.

Suami macam apa yang tega memukuli istrinya? Maksudnya, saya melihat banyak sekali berita mengenai kekerasan dalam rumah tangga. Apakah mereka hanya melihat kewajiban yang tidak diselesaikan sempurna oleh istrinya, dan lupa bahwa istri juga punya hak? Bagaimana perkembangan anak-anak bila setiap hari mereka melihat orang tuanya bertengkar?

Kita sudah dikaruniai hewan kecil bernama laba-laba sebagai tanda untuk dieja, bahkan dijadikan sebagai salah satu nama sebuah surat dalam Al Qur’an. Menyedihkan bukan bila anak-anak melihat situasi dalam rumah laba-laba terjadi dalam kehidupan nyata? Ingat, anak adalah peniru yang ulung.[]

0 comments:

Post a Comment