What's on Your Mind

Dec 7, 2014

Seperti biasa, aku membuka facebook; membuat status yang aneh-aneh, mengomentari status teman dengan komentar yang lucu, sok idealis, bercanda, tertawa sendiri di depan layar, dan kegiatan yang menyenangkan lainnya.

Lalu aku sadar, "Oh, waktu sholat sudah lewat beberapa menit.", lalu bersiap-siap dan bersepeda keluar.

Aku bersepeda dengan hati yang riang, masih terbayang candaan-candaan lucu tadi, dan berencana online lagi habis sholat.

Tiba-tiba aku melihat seorang kakek tua membawa sesuatu (mungkin berjualan) yang sedang istirahat sendiri berteduh di tengah teriknya matahari.

Seketika perasaanku berubah; seperti ada yang menusuk hati ini dengan sesuatu. Seperti ada yang merajam diriku dari dalam. Sakit.

Aku merasa diriku begitu salah; aku merasa duniaku begitu salah. "Dunia ini begitu ironis." "Apa yang telah aku lakukan, menyia-nyiakan nikmat untuk hal-hal yang tidak berguna?" "Apakah selama ini aku hanya bisa berteori saja?"

Aku merasa tulisan-tulisan yang sok idealis di facebook itu menguap begitu saja. Semuanya. Dunia nyata tidak bekerja seperti apa yang aku pikirkan. Berada terlalu lama di facebook membuatku berpikir bahwa dunia begitu indah, dan dunia berakhir dalam layar 11-an inchi ini.

Beberapa kilometer dari kamarku masih banyak orang tua yang meski berjalan berkilo-kilo setiap harinya, atau anak-anak yang meminta-minta di perempatan yang biasa aku hiraukan.

Bermil-mil dari sini dunia tidak seperti ini, orang-orang berada dalam ketakutan, kelaparan karena blokade militer dan serangan bertubi-tubi.

Dunia begitu timpang, dan aku berada di dalam posisi yang begitu nyaman. Dan kalau mau jujur, rasanya begitu menyakitkan. Apakah aku masih manusia? Karena aku bisa makan dengan begitu nyaman.

Pikiran seperti ini tidak hadir sekali dua kali, kadang juga terjadi ketika aku melihat petani, pengemis, atau siapapun yang sedang kepanasan yang tidak tahu bahwa ada orang-orang yang di waktu yang sama sedang terkekeh-kekeh, atau berdebat sesuatu yang tidak penting di depan laptop.

Ini seperti Tuhan memberikan pelajaran yang aku sudah tahu tapi terus Dia ulang-ulang, seperti kalau aku kembali diajari grammar semester satu.

"Oke Tuhan, aku tahu, tidak perlu mengajariku! Aku sudah tahu kalau hidup harus bersyukur!" Aku seakan setengah membentak-Nya seperti kalau teman di organisasi mengatakan hal yang sudah aku tahu (tapi nyatanya tidak aku lakukan). "Aku sudah tahu! Kau kira aku bodoh!"

Tapi nyatanya: apa sebenarnya definisi dari syukur? Aku tidak pernah benar-benar bersyukur.

"Sesungguhnya dalam rejeki yang diberikan kepadamu, ada bagian orang miskin di dalamnya."

Waktu, kesempatan, pengetahuan, kenyamanan, harta, dan semua milik kita yang kita pikir kita mendapatkannya dengan tangan kita sendiri.

Selesai menulis ini; aku tersenyum sinis: "Toh aku akan segera melupakan pikiran ini, nanti malam aku bersenang-senang lagi."

Jadi, Tuhan, silahkan besok-besok ajari aku tentang syukur lagi, kapanpun Engkau berkenan. :)


-hamba yang kurang bersyukur

0 comments:

Post a Comment