Hukum Kekekalan Cinta

Oct 24, 2014

SAYA sudah bilang ke beberapa orang kalau saya suka serigala. Those ferocious carnivores are freaking awesome, I’ll tell you one of the reasons.

Saya pernah sangat suka drama Asia. Saya pikir itu mungkin akan menjinakkan pola pikir patriarki* saya. Ketika menjumpai salah satu drama Korea yang berjudul The Werewolf Boy, saya tertarik untuk menontonnya. Ceritanya bagus, hanya saja endingnya menyesakkan—seperti drama-drama yang lain. Saya tidak tahu, apakah kebanyakan drama Asia memiliki ending yang seperti itu, selalu membuat penontonnya “nggak terima” tapi tidak bisa berbuat apa-apa.



Sejauh ini, juara satu ending paling nyesek masih dipegang You Are the Apple of My Eyes. Entah mengapa saya pilih itu, karena ceritanya sebenarnya sangat biasa: cowok PDKT lama, tapi nikahnya sama orang lain. Tapi mungkin justru karena sangat biasa, cerita itu menjadi sangat dekat dengan kita. Ada satu kisah lagi yang luar biasa nyesek, judulnya Miracle in Cell No 7. Tapi itu nyeseknya lebih ke bik­in emosi. Dan cerita drama seperti itu, menurut saya, tidak bisa di-ranking dengan ranah yang sama dengan You Are the Apple of My Eyes tadi.

Sekarang kembali ke The Werewolf Boy. Film itu secara garis besar bercerita tentang kisah cinta antara seekor manusia serigala dengan gadis yang “menemukannya” terkurung di kandang. Serigala itu adalah hasil percobaan seorang ilmuan, kemungkinan besar untuk kepentingan perang. Ketika pertama kali ditemukan, bocah serigala itu masih seperti binatang. Namun seiring waktu berlalu, gadis itu berhasil menjinakkan bocah serigala dan merubahnya menjadi laki-laki tampan (atau cantik?).



Seperti yang orang bilang: love changes people. Bocah itu berubah dari yang sebelumnya “seekor” menjadi “seorang”. Bagaimanapun, sebagian dari jiwa bocah itu adalah serigala, dan itu menjadi hal yang mengesankan. Dalam satu dialog di film itu, seorang ilmuan mengatakan kalau serigala adalah hewan yang hanya bisa mencintai satu betina sepanjang hidupnya. (Sebagian orang juga menganggap kalau serigala adalah simbol loyalitas). Itu menggemaskan sekaligus menyedihkan: bayangkan kalau dia ditolak oleh betina itu.

Saya suka happy ending, tapi masih sering kaget dengan happy ending yang tidak tuntas. Ending The Werewolf Boy itu sendiri sebenarnya “happy”, tapi kalau memakai istilah yang viral di internet: mindfuck. Ceritanya bisa membuat kacau pikiran; karena runtutan plot dalam cerita itu mengarah ke happy ending, tapi kemudian akhirnya ditabrakkan ke ending yang membuat kita tidak terima. Dalam The Werewolf Boy, endingnya seperti ini: bocah serigala dan gadis manis tidak bisa bersatu, (dan karena “teori” kekekalan cinta serigala tadi) bocah serigala tetap menunggunya, bahkan sampai si gadis menjadi seorang nenek.


Saya agak paham sekarang, bahwa cerita itu memang sebenarnya happy ending, hanya miss di bagian kebersamaan cinta keduanya. Karena gadis itu, bocah serigala bisa agak educated; dia bisa makan, berpakaian, dan bersikap secara beradab. Dia nyaris menjadi manusia seutuhnya. Dia bahkan bisa menulis dan membaca. Si gadis sering mengajarinya berbicara, dan mengatakan padanya kalau dia sangat ingin mengobrol. Ironisnya, kalimat pertama yang dia dengar dari serigala itu adalah “don’t go”, saat mereka harus berpisah karena bocah serigala dianggap monster yang berbahaya.

Terlepas dari apakah argumen yang mengatakan bahwa “serigala adalah hewan yang hanya bisa mencintai satu betina sepanjang hidupnya” itu benar atau salah, dengar-dengar “teori kekekalan cinta”seperti itu memang ada di dunia hewan. Pernah dengar hewan tarsius? Hewan kecil itu konon hanya akan memiliki satu pasangan sepanjang hidupnya. Dan romantisnya, begitu pasangannya mati, dia juga akan mati tidak lama kemudian. Konon itu juga terjadi pada penguin. Dan mungkin, cinta yang heroik itu, juga terjadi pada orang-orang yang kita kenal.


Tarsius, bisa jadi simbol baru untuk kesetiaan.
Orang seperti itu tidak bodoh, dia hanya terlampau baik. Intinya, bila hewan saja bisa sampai seperti itu, mengapa manusia yang memiliki fitrah hanif (baik) ini mudah sekali berganti-ganti “cinta”? Apa yang sebenarnya coba Tuhan katakan dengan menciptakan tarcius dan penguin? []

*yang saya maksud patriarki di sini intinya simpel: patriarki adalah sebuah sistem di masyarakat yang lebih mengagungkan kaum laki-laki. Sementara kita tahu bahwa di drama Asia: perempuan begitu dihormati dan ditunggu, sampai kadang laki-lakinya galau ketika perempuan yang dicintainya pergi.

11 comments:

  1. Ah ini film-film yg disebutin favoritan saya banget nih. Pernah saya ulas Werewolf Boy ini bersama film-film bertema "Cinta Beda Spesies" kayak Warm Bodies (zombie x manusia) sama Man of Steel (alien x manusia). Bahkan pernah bikin fanfic crossover segala sama GGS.

    Saya sih ga terlalu setuju sama definisi mindfuck-nya. Plot twist di endingnya emang iya bikin nyesek, tapi menurut saya mah belum bisa dimasukin kategori film mindfuck.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kamu juga nganalisis Twilight juga nggak? :D

      Oh gitu ya, hmm.. jadi mikir lagi nih istilah yang tepat dalam hal ini. Soalnya yg kupahami dari "mindfuck" adalah dia mengacaukan pikiran. Jadi film ini endingnya bukan hanya nyesek, tapi sampai ke tahap yg bikin pikiran "bingung". Kita terbiasa dikasih happy ending sih sama film Disney haha!

      Delete
  2. Horeee, ketemu lagi sama salah satu fansnya You Are The Apple of My Eye hahaha. Gua suka banget sama film yg satu itu, bener bener top abis. Sederhana, tapi jleb banget endingnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya film itu emang sesuatu banget. Aku sampai beli novenya lho. Ntar deh insy aku upload tulisanku tentang novel itu, ceritanya agak beda soalnya.

      Delete
  3. Film nya seru-seru tuh ban cahyo, bikin gregetan.

    ReplyDelete
  4. gue ga suka nnton korea tapi cuman liat ceweknya doang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Coba ntar kalau liat lagi diperhatiin ceritanya Bang, bagus lho.

      Delete
  5. film you are the apple of my eyes,tuh yang paling nyesek
    wkwkkwkwkkw

    http://si-ojikkidiw.blogspot.com/

    ReplyDelete