Pria-pria Sombong

Nov 25, 2014

Kawan, kalau kamu masih ingin tahu betapa perlunya bagi kita untuk konsisten menulis, pahamilah apa yang aku sampaikan kali ini.

Beberapa waktu yang lalu aku menemukan sebuah artikel tentang 18 cara untuk meningkatkan kecerdasan, dan “membuat jurnal” tertulis pada nomer dua. Di situ dikatakan kalau Catharine M. Cox, seorang penulis buku, pernah mempelajari kebiasaan 300 orang jenius (seperti Isaac Newton, Einstein, dan Thomas Jefferson) dan menemukan bahwa semua orang jenius tersebut merupakan penulis jurnal atau buku harian yang rajin. Thomas Edison bahkan menulis tiga juta halaman catatan, surat, dan pemikiran pribadinya dalam ratusan jurnal pribadi sepanjang hidupnya.

Mereka, pria-pria “sombong” itu (termasuk Gie), melakukannya tanpa laptop dan internet. Kamu tahu, Kawan? Aku benar-benar memikirkan “pertanyaan” dosenku yang pernah aku sampaikan padamu: “Sebenarnya apa sih pentingnya laptop dan internet? Toh Aristoteles bisa menulis pemikiran hebat tanpa itu semua?” Aku serius memikirkannya, I mean it.

Mungkin aku perlu mulai memandang perkembangan IT bukan melulu tentang benda, tapi esensinya. Aku mulai curiga: apakah perkembangan teknologi benar-benar mempermudah hidup kita, atau hanya sekadar menambah pekerjaan (yang sebagian besarnya, seperti yang kita tahu, tidak benar-benar penting). Aku sangsi kita akan memiliki Newton, Einstein, atau Edison yang lain di masa depan; kita bahkan tidak punya Gie yang baru! (meski saya sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya disumbang Gie untuk kemajuan negara ini. He is probably just a right man in the wrong time and place, just like Pak Habibie).

Maksudnya, Bill Gates atau Steve Jobs tidak bisa dibandingkan dengan Edison. Menurut dosen yang sama, ilmuan jaman dulu (dia menyebutnya: ilmuan pra-kapitalisme) tidak memiliki kecenderungan untuk mengklaim dan menjual sesuatu yang mereka temukan. Edison menemukan bola lampu, sementara Bill Gates menciptakan pelanggan. Aku kadang ingin hidup di masa Edison, masa ketika orang-orang bisa begitu bahagia hanya karena menekan stop kontak (malam hari kini tidak bisa memisahkan mereka dari membaca). Aku tidak bisa terus-menerus berpura-pura bahagia ketika menekan tombol log in ciptaan Zuckerberg ini.

Terlepas dari benar atau salahnya, artikel itu membuatku berpikir seperti ini: Seringkali ketika kita akan menyerah terhadap sesuatu yang baik, Tuhan selalu punya cara yang tidak “manusiawi” untuk menyemangati kita.

Mari kita lanjutkan pembicaraan ini dengan penjelasan mengapa aku menyebut mereka dengan pria-pria “sombong”. Jelas sekali; buku Catatan Seorang Demonstran adalah bukti terlihat dari kesombongan Gie. Orang-orang yang konsisten dengan ideologinya berarti terlalu sombong untuk kalah dengan Kehidupan. Kata apa lagi yang tepat untuk mendefinisikan orang yang tetap idealis di tengah orang-orang yang perlahan menjadi pragmatis dan melacurkan diri mereka pada dunia?

Aku kemudian memikirkan sebuah poin, yang percayalah Kawan, akan sangat berguna bila posisi kalian sekarang adalah organisatoris kampus yang (masih) idealis: Pikirkan; apakah pemikiran idealis yang membuat Gie tetap menulis, atau kebiasaan menulis yang membuatnya tetap idealis? Kalau kita renungkan, mungkin rutin menulis adalah ikhtiar paling efektif untuk menjaga idealisme. Mungkin untuk itulah Tuhan bersumpah dalam surat Al Qalam ayat pertama: demi pena dan apa yang ditulisnya.

Masih tentang kesombongan, Fahd Djiban mengajariku satu hal: jika kau mendapati dirimu cepat menyerah sekaligus inkonsisten dengan sejumlah tekad dan cita-cita yang sudah kau pancangkan di awal perjalanan: Belajarlah menjadi sombong! Orang sombong akan punya cukup alasan dalam hidupnya untuk bisa membuktikan semua perkataannya. Orang akan mencaci-maki kesombongan yang tidak terbukti, tetapi akan memaklumi (bahkan mengapresiasi) kesombongan yang bisa dibuktikan.

Karena kesombongan itu sepenuhnya milik Tuhan, maka kita bisa meminjamnya sebentar. Mari menjadi orang sombong yang baik: bekerja dengan sungguh-sungguh untuk membuktikan kesombongan kita. Pada titik ini, berarti Gie bukan orang sombong yang baik. Edison berhasil membuktikan bola lampunya, tapi apa yang dibuktikan Gie? Atau mungkin orang-orang waktu itu tidak bisa menjangkau cara berpikirnya? Kalau begitu: kita perlu menjadi lebih Gie daripada Gie sendiri.

Maka teruslah menulis. []

0 comments:

Post a Comment