Setelah keluar kelas tadi, saya berniat ke kantin. 
Dalam perjalanan, saya dihentikan oleh teman saya, dia ingin mengobrol. 
Karena memang sudah lama tidak mengobrol, saya memutuskan untuk mampir 
dulu.
Dari obrolan tentang kuliah, entah bagaimana kami 
mulai membahas mahasiswa aktivis pergerakan. Teman saya berargumen kalau
 aksi mahasiswa sekarang seperti tidak terlihat, beda dengan jaman 
dahulu yang seperti pahlawan. Secara spesifik, dia menyinggung bagaimana 
sebagian oknum mahasiswa bisa disetir oleh oposisi politik partai yang 
berkuasa. Saya tidak banyak menanggapi, saya malah teringat film tentang
 mahasiswa aktivis yang pernah saya tonton: Gie.

Dalam film yang berdasarkan pada buku catatannya, 
Gie digambarkan sebagai mahasiswa idealis yang benar-benar berpikir dan 
bertindak berbeda, cenderung berontak. Hal tersebut tercermin dalam 
kalimat favoritnya yang melegenda: lebih baik dikucilkan daripada hidup 
dalam kemunafikan. Selain itu, Gie memiliki satu lagu favorit, yang 
isinya mungkin sangat mencerminkan pribadinya. Lagu tersebut berjudul 
Donna Donna (yang kalau tidak salah) karya Joan Baez.
Saya mengunduh lagu ini beberapa waktu yang lalu dan mencari liriknya:
On a wagon bound the market
Theres a calf with a mournful eye
High above him theres a swallow
Winging swiftly through the sky
How the winds are laughing
They laugh with all they might
Laugh and laugh the whole day through
And half the summers night
(Chorus)
Donna Donna Donna Donna
Donna Donna Donna Don
Donna Donna Donna Donna
Donna Donna Donna Don
Stop complaining! Said the farmer
Who told you a calf to be?
Why dont you have wings to fly with?
Like the swallow so proud and free?
Calves are easily bound and slaughtered
Never knowing the reason why
But whoever treasures freedom
Like the swallow has learned to fly
Kita mungkin memandang lirik ini seperti bercerita,
 atau yang lebih "pandai" mungkin menganggapnya sebagai retorika motivasi. 
Di situ memang digambarkan bagaimana anak sapi yang terikat pada gerobak
 yang membawanya ke pasar, untuk kemudian disembelih. Anak sapi tentu 
saja sedih, namun dia dalam keadaan terikat. Sementara dia melihat jauh 
tinggi diatasnya ada seekor burung layang layang, mengepakkan sayap 
dengan cepat melintasi angkasa. Anak sapi yang melambangkan jiwa yang 
tidak merdeka, bermain aman dengan tubuh yang seperti robot karena 
tersetir oleh opini mainstream.
Namun ketika saya mencari informasi sejarah 
penulisan lagu Donna Donna sendiri, kesannya menjadi berbeda. Lagu ini 
menggambarkan teriakan anak sapi yang terkekang di atas kereta yang akan
 di bawa ketempat pembantaian. Anak sapi ini adalah sang penulisnya yang
 hidup pada masa kejayaan Nazi di Jerman. Dona-dona sama dengan Dana 
Dana, dikenal juga sebagai Dos Kelbl, yaitu The Calf atau Anak Sapi.
Latar belakang penulisan lirik asli lagu ini tidak 
luput dari pengalaman penulisnya yang merupakan anak seorang Yahudi 
keturunan Khazar dari negara Khazaria, terletak diantara Laut Hitam dan 
Laut Kaspia yang sekarang dimiliki oleh negara Georgia. Pada waktu itu 
ia menggambarkan kejadian ayah kandungnya yang diseret oleh tentara Nazi
 untuk dibawa ke kamp konsentrasi Yahudi. Ia tidak bisa berbuat banyak, 
kecuali bersembunyi dibalik dinding-dinding.  (informasi dari internet)
Dari situ saya mengerti, menjadi burung 
layang-layang adalah sesuatu yang utopis bagi orang-orang seperti Joan 
Baez. Pertanyaan "siapa suruh jadi anak sapi?" adalah seperti bertanya 
kepadanya, "siapa suruh menjadi Yahudi". Anak-anak sapi mudah dibunuh, 
tanpa tahu alasannya. Tapi siapapun yang mencari kebebasan, seperti 
burung layang layang, harus belajar terbang--pesan yang mungkin 
ditangkap dengan baik oleh Gie.
Lagu ini tentang ketidakberdayaan, dan bagaimana 
kita mengubahnya. Tentang kebebasan, tentang bagaimana kita menentukan 
pilihan. Sialnya menjadi orang seperti Gie adalah: kalau tidak dikelilingi oleh
 orang yang tidak peduli, dikelilingi oleh orang-orang yang idealismenya
 bisa dibeli. Setiap orang yang pernah nonton Gie pasti paham, bagaimana
 sikap Gie ketika teman-teman yang dulu satu barisan dalam aksi 
demomonstrasi, menjadi orang-orang bawahan pemerintah dan bisa naik 
mobil.
Gie adalah mahasiswa Sastra, pecinta alam dan suka 
diskusi tentang film--dua hobi yang dalam film tersebut diremehkan oleh 
mahasiswa-mahasiswa yang banyak cakap dan memilih mendekati politik 
praktis. Entah bagaimana, Gie mencoba untuk tetap netral, bahkan ketika 
teman dekatnya memilih bergabung dengan organisasi ekternal berbasis 
agama tertentu. Betapa angin angin itu tertawa, mereka tertawa sekuat
 mereka. Tertawa dan tertawa sepanjang hari, serta separuh malam musim 
panas.
Dua hal yang juga melekat pada diri Gie adalah: 
menulis dan membaca--dua hal yang dicontohkannya untuk generasi aktivis
 sekarang. Saya setuju ketika teman saya berkata: demo menjadi tidak 
efektif lagi di jaman sekarang, aktivis sekarang harus banyak diskusi 
dan menulis. Beda jaman, beda BEM, ungkapnya. Tulisan-tulisan itu 
nantinya bisa membuka mata masyarakat. Melepaskan ikatan pada sapi-sapi 
itu tadi dan menjadikannya burung layang-layang yang bebas, melakukan 
yang terbaik dalam negeri yang sistemnya penuh kelemahan ini.
Fenomena demonstrasi #saveEgypt, atau yang lebih 
baru, tolak Miss World yang gagal, menjadi bukti bahwa pemerintah sudah 
jarang mendengarkan suara rakyat. Maka dari itu teman saya tadi (yang bukan 
anak BEM), bisa bilang kalau aksi mahasiswa sekarang seperti tidak 
terlihat. Lagu Donna Donna menggambarkan hal yang begitu timpang. Joan 
Baez memposisikan generasinya sebagai sapi yang terikat, dan Gie 
berusaha membentuk kelompok burung layang-layang.
Sekarang, posisi mana 
yang kita ambil?
 
 
maaf, tapi Joan Baez menyanyikan ulang lagu ini, bukan penulis aslinya, apalagi yang merasakan kejayaan Nazi. Joan Baez bahkan bukan keturunan yahudi.
ReplyDelete