Sepak Bola dan Organisasi Mahasiswa

Mar 21, 2014

Saya ingat kehidupan saya beberapa tahun yang lalu. Ketika waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, saya dan adik siap-siap pergi berangkat bermain bola. Bukan permainan sepak bola normal yang menggunakan lapangan bola, ini lebih mirip sepak bola jalanan. Kami bermain di tempat yang sudah sejak kecil kami gunakan untuk bermain bola: halaman depan SD.

Lapangan depan SD adalah tempat yang menurut kami paling ideal untuk bermain bola. Pasalnya, jumlah anak yang bermain tidak pasti, tergantung yang bisa datang--walaupun memang biasanya hampir semua datang. Jumlah pemain tidak sampai 22, yang berarti kami tidak akan memaksakan diri bermain di arena yang besar.

Bermain di depan SD membuat kami tidak bisa menggunakan bola sepak normal yang biasa kami sebut "bal kompan". Kami menggunakan bola plastik, agar tidak ada kaca SD yang pecah. Bola semacam ini kadang susah dikontrol, tergantung kekuatan angin saat itu. Bila angin sedang tidak beraturan, bola yang ditendang bisa saja berbelok, seperti tendangan pisang Roberto Carlos pada pertandingan pembukaan Tournoi de France tahun 1997. (habis googling :v)

Namun tidak selamanya "bola liar" tersebut merugikan, kadang kita secara tidak sengaja bisa mengecoh kiper lawan dan membuat gol (sama saja berarti, tetap merugikan--kiper lawan yang rugi). Saya ingat pernah menciptakan gol yang luar biasa: sebuah tendangan jarak jauh yang melesat tidak beraturan dan membuat kiper lawan tertipu--lucu sekaligus membanggakan.

Selain menyenangkan, ada juga nilai-nilai positif yang bisa dipelajari dari bermain sepak bola. Sebagian dari kita mungkin sudah meninggalkan permainan ini dan menjadikannya kenangan masa kecil, namun nilai-nilai positifnya bisa kita bawa sampai tua. Nilai-nilai tersebut bisa diterapkan dalam berbagai hal. Mumpung masih mahasiswa, saya mencoba mengkorelasikan nilai sederhana dalam sepak bola dengan organisasi mahasiswa.

Sepakbola adalah permainan tim, maka dari itu kita musti bekerja sebagai tim. Kita perlu belajar bagaimana bekerja dengan 10 pemain lainnya secara bersamaan. Kita belajar bagaimana menjadi penyerang (bersikap proaktif), sebagaimana kita belajar bertahan (mampu bereaksi dan mengatasi berbagai situasi). Dalam membangun serangan, kita belajar bagaimana mengikuti pemimpin.

Konon, sebuah rantai hanya sekuat sambungan terlemahnya. Ketika bekerja, kita perlu bekerja sama dengan orang lain di dalam tim dan saling melengkapi kelemahan masing-masing. Tim yang lemah akan menghasilkan hasil pekerjaan yang tidak maksimal. Sebagai informasi, teman-teman yang ikut bermain bola tidak seumuran, ada yang jauh lebih muda dari yang lain. Ketika dia berada di posisi bertahan, pemain tengah (kadang saya ada di posisi ini) perlu berusaha sungguh-sungguh untuk membantu pertahanan, memastikan setiap rantai kuat.

Nilai berikutnya yang bisa kita ambil adalah: selalu ada waktu yang tepat untuk setiap hal.

Ketika kami kemasukan gol, ada jeda waktu untuk mengambil bola dari belakang gawang dan meletakkannya di tengah untuk kick off. Saat itulah kami bisa sedikit me-review strategi asal-asalan kami dan bertukar posisi. Ada waktu untuk bagi sang kapten untuk menasehati barisan pertahanan. Ada waktu bagi bek untuk menasehati kiper. Sepertinya hanya saya yang tidak tahu harus menasehati siapa. -__-

Di organisasi, kita perlu menyediakan waktu untuk menganalisa: apakah ada yang perlu diatur lagi agar bisa bekerja maksimal. Selain itu, waktu mengobrol untuk membicarakan masalah juga diperlukan untuk memastikan setiap orang bekerja pada level terbaiknya. Hal ini dapat dilakukan pada rapat harian lengkap (yang biasa kita sebut RHL) atau rapat pleno pertengahan periode. Sebagai organisasi, kita tidak harus terjebak pada proker rutin sehingga tidak sempat mengambil nafas untuk meng-upgrade kemampuan kita, baik secara individu atau tim. Perlu ada waktu untuk mengasah gergaji, saat kita mendapati gergaji kita sudah tumpul dan tidak efektif lagi.

Ketika berada di posisi penyerang, kita bertugas untuk memasukkan bola ke gawang lawan. Sementara ketika bermain sebagai bek, kita bertugas menjaga daerah pertahanan agar pemain lawan tidak bisa mencetak gol. Setiap pemain memiliki tugas yang harus dituntaskan, kalau mereka gagal atau tidak bemain cukup baik, bisa saja tim mengalami kekalahan. Intinya adalah: tuntaskan apa yang menjadi tugas kita.

Setiap hari di organisasi kita juga bermain di sebuah posisi, yang mana masing-masing memiliki tugas yang berbeda-beda. Organisasi memiliki struktur, dan terbagi menjadi divisi-divisi yang memiliki tugas yang berbeda-beda. Meski begitu, divisi-divisi tersebut hendaknya bekerja dengan visi yang sama--seperti tujuan setiap orang dalam tim sepak bola: mencetak gol dan menang. Jika ada yang tidak mengerjakan tugas (job desc) dengan baik, bisa saja program kerja molor atau tidak sesuai yang diharapkan, dan organisasi sulit untuk maju.

Karena sering digunakan, kadang bola plastiknya aus dan jebol (dan bisa disobek jadi dua dan dipakai sebagai topi oleh anak kecil). Maka dari itu, kita perlu iuran untuk membeli bola yang baru. Kita juga memerlukan orang yang bersedia (baca: terpaksa) membelikan bola ke warung. Karena kita agak-agak aristrokrat gitu, maka yang biasa diserahi tugas adalah yang masih muda. Setelah dia kembali dari warung, kita bisa bermain lagi.

Sama seperti yang terjadi di organisasi. Ada beberapa individu yang tidak pernah terlihat di atas panggung, ada. Mereka bekerja tanpa lelah di belakang panggung untuk membuat ujung tombak organisasi beraksi dengan sukses. Orang-orang semacam ini mungkin jarang mendapat perhatian atau penghargaan, namun memberikan andil yang besar untuk mensukseskan tujuan organisasi.

Sama seperti teman muda kami tadi, walaupun dalam pertandingan tidak mencetak gol, namun karena bola yang dibelinya-lah kita bisa bermain. Maka dari itu, untuk orang-orang yang memang memilih untuk bekerja di belakang layar, jangan pernah merasa kalah penting dengan yang biasanya tampil. kesuksesan berasal dari usaha setiap orang dalam tim. :)

0 comments:

Post a Comment