Komputer di Luar Kamar

Jul 18, 2013

Ramadhan kali ini benar-benar merupakan bulan pembebasan! Secara literal.

Satu bulan sebelumnya, Sya’ban, idealnya digunakan sebagai masa “tenang” untuk mempersiapkan diri menyambut bulan suci. Sayang sekali, Sya’ban kali ini bertepatan dengan akhir semester, waktu dimana tugas-tugas susah muncul entah darimana dan antri untuk dihabisi.

Begitu juga dengan saya, mahasiswa tingkat akhir yang tidak terlalu spesial dan suka menunda-nunda pekerjaan. Sehingga ketika deadline semakin dekat, tugas-tugas itu semakin mengisolasi saya -- membuat saya meliburkan diri dari pengajian, apalagi pergi bermain. Tugas-tugas tersebut entah bagaimana telah menyita waktu, tenaga, pikiran, biaya, mood, dan sebagainya.

Selain itu, saya sempat merasakan waktu tidur yang berantakan, ditambah semacam over-caffeine. Pasalnya, untuk kepentingan lembur, dalam satu malam saya kadang membuat kopi dua sampai tiga gelas. Saya berangkat ke kampus seperti zombie. Udara segar yang saya hela sesaat setelah berhasil mengumpulkan satu tugas mendadak menjadi hal terindah yang pernah hadir dalam hidup ini. *lebai mode: on*

Saya mendapatkan satu rintangan lagi ketika netbook saya harus disekolahkan (baca: dibawa ke tempat servis). Saya kemudian harus mengerjakan tugas-tugas itu di komputer rumah – yang berada di ruang tamu. Berbekal file dan jurnal-jurnal yang sempat saya kopi dari netbook, saya membantai tugas-tugas tersebut dengan komputer di luar kamar.

But I didn’t get through those sufferings for nothing.  

Mengoperasikan komputer secara kontinyu di luar kamar ternyata menimbulkan kesan yang berbeda. Saya sering berada di depan monitor terlalu lama, karena selain mengerjakan tugas, saya juga melakukan aktivitas manusiawi lain seperti bermain facebook dan twitter. Dengan “berpindahnya” posisi komputer dari dalam kamar menjadi di ruang tamu, otomatis aktivitas saya di luar kamar juga bertambah lama.

Dalam masa-masa pengerjaan tugas, saya menjadi lebih sering mengobrol dengan ibu. Sambil saya mengerjakan tugas, ibu –yang biasa duduk di ruang tamu- sering mengajak saya berbincang, minimal menanyai saya tentang suatu hal. Selain itu, kami *secara tidak langsung* menjadi lebih sering makan bersama. Selain sholat, waktu istirahat saya dari pengerjaan tugas adalah makan. Ketika masakan matang, ibu pergi ke ruang tamu dengan membawa sepiring makanan, sekaligus menyuruh saya makan.

Kemudian saya makan, meskipun tetap di depan komputer.

Perubahan tersebut membuat saya memikirkan kembali tentang hubungan antara komputer rumah dengan kedekatan anak dengan orang tua, dan mengantarkan saya menuju sekelumit argumen.

Remaja, dengan setiap tipe kepribadiannya, kadang susah dihadapi. Seiring dengan semakin aktifnya mereka di luar rumah, ada yang cenderung lebih dekat dengan teman-temannya daripada dengan orangtua sendiri. Saat sedang berada di luar, mereka bisa tampak begitu ceria. Namun ketika berada di dalam rumah, bisa saja mereka menjadi sangat pendiam dan lebih suka mengunci diri di kamar.

Dalam situasi seperti itu, tidak jarang orangtua merasa penasaran tentang apa yang sebenarnya membuat anak betah di dalam kamar, namun tak kuasa menanyai anak secara langsung. Mustahil ada orang yang mampu tidur sepanjang hari. Maka dari itu, hal paling standar yang bisa dilakukan anak adalah bermain gadget yang mereka punya, baik itu ponsel atau komputer.

Kemudian pertanyaan berikutnya muncul, apa yang membuat mereka begitu betah berada di depan komputer?

Kalau orangtua menyediakan anggaran untuk membeli paket internet, kemungkinan besar jawabannya adalah sosial media, termasuk game online. Anak-anak menjadi begitu melekat dengan sosial media karena teman-teman mereka –yang lebih bisa akrab daripada orangtuanya tadi- berada di sana. Sosial media tersebut biasa diakses dengan komputer, maka cara sederhana yang bisa dilakukan untuk mengeluarkan mereka dari kamar adalah… mengeluarkan komputernya ke luar kamar.

Kesimpulannya, untuk mengantisipasi dampak negatif yang mungkin timbul dari kebiasaan mengurung diri di kamar, jangan pernah setuju bila anak meminta untuk memindahkan komputernya ke dalam kamar – dan jangan dibelikan laptop.

Dictator in its best way.

0 comments:

Post a Comment