Ramadhan kali ini benar-benar merupakan
bulan pembebasan! Secara literal.
Satu bulan sebelumnya, Sya’ban,
idealnya digunakan sebagai masa “tenang” untuk mempersiapkan diri menyambut
bulan suci. Sayang sekali, Sya’ban kali ini bertepatan dengan akhir semester,
waktu dimana tugas-tugas susah muncul entah darimana dan antri untuk dihabisi.
Begitu juga dengan saya, mahasiswa
tingkat akhir yang tidak terlalu spesial dan suka menunda-nunda pekerjaan.
Sehingga ketika deadline semakin dekat, tugas-tugas itu semakin mengisolasi saya
-- membuat saya meliburkan diri dari pengajian, apalagi pergi bermain. Tugas-tugas
tersebut entah bagaimana telah menyita waktu, tenaga, pikiran, biaya, mood, dan sebagainya.
Selain itu, saya sempat merasakan waktu
tidur yang berantakan, ditambah semacam over-caffeine. Pasalnya, untuk
kepentingan lembur, dalam satu malam saya kadang membuat kopi dua sampai tiga
gelas. Saya berangkat ke kampus seperti zombie. Udara segar yang saya hela
sesaat setelah berhasil mengumpulkan satu tugas mendadak menjadi hal terindah
yang pernah hadir dalam hidup ini. *lebai mode: on*
Saya mendapatkan satu rintangan lagi
ketika netbook saya harus disekolahkan (baca: dibawa ke tempat servis). Saya
kemudian harus mengerjakan tugas-tugas itu di komputer rumah – yang berada di
ruang tamu. Berbekal file dan jurnal-jurnal yang sempat saya kopi dari netbook,
saya membantai tugas-tugas tersebut dengan komputer di luar kamar.
But I didn’t get through those
sufferings for nothing.
Mengoperasikan komputer secara kontinyu
di luar kamar ternyata menimbulkan kesan yang berbeda. Saya sering berada di
depan monitor terlalu lama, karena selain mengerjakan tugas, saya juga
melakukan aktivitas manusiawi lain seperti bermain facebook dan twitter. Dengan
“berpindahnya” posisi komputer dari dalam kamar menjadi di ruang tamu, otomatis
aktivitas saya di luar kamar juga bertambah lama.
Dalam masa-masa pengerjaan tugas, saya
menjadi lebih sering mengobrol dengan ibu. Sambil saya mengerjakan tugas, ibu –yang
biasa duduk di ruang tamu- sering mengajak saya berbincang, minimal menanyai
saya tentang suatu hal. Selain itu, kami *secara tidak langsung* menjadi lebih sering
makan bersama. Selain sholat, waktu istirahat saya dari pengerjaan tugas adalah
makan. Ketika masakan matang, ibu pergi ke ruang tamu dengan membawa sepiring
makanan, sekaligus menyuruh saya
makan.
Kemudian saya makan, meskipun tetap di
depan komputer.
Perubahan tersebut membuat saya
memikirkan kembali tentang hubungan antara komputer rumah dengan kedekatan anak
dengan orang tua, dan mengantarkan saya menuju sekelumit argumen.
Remaja, dengan setiap tipe
kepribadiannya, kadang susah dihadapi. Seiring dengan semakin aktifnya mereka
di luar rumah, ada yang cenderung lebih dekat dengan teman-temannya daripada
dengan orangtua sendiri. Saat sedang berada di luar, mereka bisa tampak begitu
ceria. Namun ketika berada di dalam rumah, bisa saja mereka menjadi sangat
pendiam dan lebih suka mengunci diri di kamar.
Dalam situasi seperti itu, tidak jarang
orangtua merasa penasaran tentang apa yang sebenarnya membuat anak betah di
dalam kamar, namun tak kuasa menanyai anak secara langsung. Mustahil ada orang
yang mampu tidur sepanjang hari. Maka dari itu, hal paling standar yang bisa
dilakukan anak adalah bermain gadget yang mereka punya, baik itu ponsel atau komputer.
Kemudian pertanyaan berikutnya muncul, apa
yang membuat mereka begitu betah berada di depan komputer?
Kalau orangtua menyediakan anggaran
untuk membeli paket internet, kemungkinan besar jawabannya adalah sosial media,
termasuk game online. Anak-anak menjadi begitu melekat dengan sosial media karena teman-teman mereka –yang lebih
bisa akrab daripada orangtuanya tadi- berada di sana. Sosial media tersebut
biasa diakses dengan komputer, maka cara sederhana yang bisa dilakukan untuk mengeluarkan
mereka dari kamar adalah… mengeluarkan komputernya ke luar kamar.
Kesimpulannya, untuk mengantisipasi
dampak negatif yang mungkin timbul dari kebiasaan mengurung diri di kamar,
jangan pernah setuju bila anak meminta untuk memindahkan komputernya ke dalam
kamar – dan jangan dibelikan laptop.
Dictator in its best way.
0 comments:
Post a Comment