Sore itu kita berkumpul seperti seharusnya, bermain dan
bercengkerama dengan setiap pandangan kita yang berbeda terhadap dunia. Ide
luar biasa tersebut didapatkan ketika perjalanan pulang dari warung mie ayam. Sekedar
informasi, di dekat tempat tinggal kami, tepatnya di sekitar Pabrik Gula
Tasikmadu sedang ada sebuah event tahunan semacam pasar malam bernama Sondokoro
Fair (kami sejak kecil menyebutnya dengan Cembengan). Event tersebut diadakan untuk
menandai awal dimulainya musim giling. Menurut pengakuan Pandu, dia terinspirasi
untuk membeli kapal otok-otok di sebuah stand Cembengan karena dia ingat waktu
kecil pernah dibelikan mainan yang sama oleh almarhum simbah-nya. Singkat cerita kami mampir ke stand tersebut dan mulai
menyusun rencana.
Pada waktu itu Pandu sempat mengatakan
sesuatu yang membuat aku meleleh. Dia berkata kurang lebih, “Kasihan bapaknya,
jadi kita beli saja.”
Misi sulit ini kami buat sebagai tantangan untuk mengetes
kejantanan kami masing-masing. Menurutku, ini perlu dilakukan karena selama ini
guyonan kami selalu penuh gombalan dan sering saling mengatai maho (manusia
homo). Kita sering bilang maho padahal tidak mengerti penderitaan maho yang
sesungguhnya. Selama ini kita terlalu banyak cakap!
Contoh
percakapan yang tidak nyambung dan mendadak romantis:
Pandu:
“Sepertinya kita harus memisahkan kelas anak-anak (TPA) ini.”
Aku: “Tapi
hati kita tidak harus terpisah kan?”
Kita bagi misi ini menjadi tiga bagian: Pandu membeli dan
membawa kapalnya ke acara rapat, aku menyampaikan niat kami ke forum dan
meminta tolong tuan rumah untuk menyediakan baskom beserta airnya, Ali menyalakan
api kapal di tengah-tengah forum. Masing-masing dari kami memiliki tanggung
jawab untuk menambah kemungkinan keberhasilan misi ini.
Malam telah tiba, acara rapat karangtaruna pun dimulai. Asal
tahu saja, acara rapat kali ini dilakukan di rumah Fonda, salah satu anggota
karangtaruna Binaremaja sekaligus putra dari Bapak Tri Sugito, Pembina karangtaruna.
Pandu sudah siap dengan kapal dan aku siap dengan kata-kata diplomatis yang
akan kusampaikan. Sebelum rapat dimulai, kita bertiga sudah mulai susah menahan
tawa membayangkan apa yang akan terjadi. Ketika Fonda membagikan snack dan
minuman, aku bertanya padanya apakah ada baskom dan air. Ali kontan tidak
terima karena menganggap aku menyalahi perjanjian, aku seharusnya menyampaikan
langsung ke Bapak Tri. Kalem Al, aku memang sudah berencana untuk menyampaikan
hal ini ke Bapak Tri di acara lain-lain, salah satu sesi dalam rapat
karangtaruna.
Pandu Jati Laksono adalah ketua Karangtaruna Bina Remaja,
dan dia mulai memimpin rapat.
Akhirnya kita sampai ke acara lain-lain, show must go on.
Kebetulan saat itu rapat sedang dihentikan sejenak karena kita sampai di acara
makan berat. Di sela-sela makan, aku masuk ke forum.
“Saya masuk ya, saya ingin menyampaikan amanah dari Mas
Pandu, tadi sore kita mampir ke Cembengan dan membeli sebuah kapal otok-otok,
Mas Pandu ingin memperlihatkannya..”
“Sekaligus kami meminta ijin ke tuan rumah untuk menyediakan
baskom dan air..” Kataku melanjutkan.
Ciaaa, itulah yang kusebut dengan diplomatis, membawa-bawa
nama Pandu, dengan begitu aku bisa membagi rasa malu. Forum rapat kontan
menjadi ramai, semua histeris dalam tawa. Akhirnya diputuskan untuk menyalakan
kapal itu seusai rapat. Dengan ini misi pribadiku dan Pandu sukses. The mission
is completed.
Di akhir acara, Fonda telah menyediakan baskom dan air.
Namun ternyata di rumah Bapak Tri tidak ada korek api, tidak ada yang merokok.
Rencana tidak terwujud dengan Ali sebagai orang yang menanggung kegagalan. Kapal
hanya mengapung di atas baskom tidak bergerak. Seperti Ali yang hanya bisa
terdiam ter-bully dengan setiap guyonan yang kami lontarkan, termasuk kata maho
seperti biasa.
Misi memang tidak terselesaikan, tapi itu tidak ada bedanya
dengan ketika itu sukses karena kami sudah berusaha (kecuali Ali yang tidak
berusaha cukup keras untuk mencari api). Saat itu orang lain mungkin melihat
kami kekanak-kanakan, padahal dibutuhkan kedewasaan untuk bisa menyelesaikan
tanggung jawab yang diamanahkan kepada kita, termasuk misi itu.
Daisy Elva, salah satu guru menulis saya, mengatakan kalau dewasa itu karakter inner. Kalau argumen itu benar, berarti dewasa belum tentu tercermin dalam sikap tubuh yang kalem. Luarnya kalem tapi kalau selalu menghindari masalah berarti sama saja. Kuliah persepsi dari Elva dan pengalaman ini semakin meyakinkan persepsiku bahwa menjadi dewasa tidak harus terlalu kalem dan menyebalkan.
Daisy Elva, salah satu guru menulis saya, mengatakan kalau dewasa itu karakter inner. Kalau argumen itu benar, berarti dewasa belum tentu tercermin dalam sikap tubuh yang kalem. Luarnya kalem tapi kalau selalu menghindari masalah berarti sama saja. Kuliah persepsi dari Elva dan pengalaman ini semakin meyakinkan persepsiku bahwa menjadi dewasa tidak harus terlalu kalem dan menyebalkan.
Menjadi tua itu pasti, tapi menjadi dewasa itu pilihan,
termasuk memilih untuk tumbuh dewasa dengan cara yang menyenangkan. Hal yang
terpenting adalah bagaimana menjaga pikiran kita agar tetap muda.
gue sampek sekarang masih heran, kok bisa ya kapal otok-otok bisa jalan cuma dikasih minyak tanah/bensi terus dipanasin pake api -__-
ReplyDelete