Tempat ini juga sempat aku kunjungan saat mengikuti aksi
(demo) yang diadakan oleh aliansi BEM se-Univ UNS dalam rangka protes ke Pak
Presiden terkait dengan kasus KPK vs Polri beberapa waktu yang lalu. Sekilas
teringat bagaimana kami sampai di depan pintu masuk gedung dan disambut
beberapa anggota DPRD Solo. Beberapa dari kami menyampaikan orasi dan kami
berulang kali meneriakkan “hidup mahasiswa!”. Kalian tahu, kadang ketika aku
meneriakkan frase itu emosiku meluap-luap dan ada semacam aliran energy yang
mengalir dari dada, leher, kemudian mulut.
Hidup Mahasiswa!
Presiden bilang angkat tangan untuk mengatasi kasus ini, katakan
“huu!” kawan-kawan! | Huu!
Begitulah gambaran umum seorang mahasiswa aktivis dimata
banyak orang; rapat, demo, rapat. Hanya beberapa orang yang sadar bahwa
mahasiswa aktivis itu juga bisa menulis. Kali ini aku akan berbagi pengalaman
dan pemikiranku saat, bisa dibilang, menjadi anggota DPR sehari.
Seperti yang sering kita lihat di TV, ruang rapat anggota
DPR itu memang sangat nyaman. Ini saja baru DPRD, dan baru ruang banggar yang
lebih kecil dari Ruang Rapat Paripurna. Kursinya nyaman sekali. Ruangannya
begitu dingin, ACnya bejibun. Tapi kalau kita lihat di TV, ruangan dingin tidak bisa mencegah rapat yang memanas sampai lempar-lemparan botol air mineral. Kenyataannya memang pas kita rapat kemarin itu juga ada momen-momen dimana suasana rapat
menjadi agak panas. Ada yang cuma menambah volume suaranya saja, tidak
meningkatkan argumen. Duh, kemarin di meja tidak ada air mineral buat dilempar.
Tidak ada yang nyediain air mineral mahal seperti yang buat rapat anggota DPR
beneran.
Yang dua di depan itu pimpinan sidang sementara, aku dulu pernah. |
Itu Wisnu sama Bu Wapres. |
Adanya asbak.
Adanya asbak, di ruang ber-AC. Gimana caranya ada asbak di
ruang ber-AC?. Padahal di lantai bawah ada smoking area, kalau di ruang siding
boleh ngerokok, lalu ruang itu buat ngapain. Kemudian di ruang rapat juga ada
wifi, pantesan sambil rapat bisa buka yang aneh-aneh seperti di berita-berita
kemarin.
Fasilitas lain yang bisa bikin aku jadi ndeso adalah
microphone yang ada di masing-masing meja. Di microphone ada tombol on-off,
kalau satu microphone sudah aktif, microphone yang lain mati. Jadi kalau ada
yang interupsi enak, tidak ada lebih dari satu suara. Karena itu dibeli juga
pake uang rakyat, ya kita sebagai rakyat bermain-main sebentar sebelum sidang bisa
lah. Bahkan ketika sidang berlangsung, ada lah satu dua “interupsi pimpinan
sidang” yang aku lakukan lebih karena ke ingin mencoba microphonenya.
Microphone dan asbak yang aku ceritakan tadi. |
Masih menjadi mahasiswa seperti ini, kami tentu masih
idealis. Rapat menjadi begitu hidup. Lebih banyak mendengarkan daripada
berargumen, aku mencatat beberapa momen menarik saat rapat kemarin. Seperti ketika
bu president bilang kalau beliau belum puas dengan presentasi kesekretariatan kabinet
dan melakukan order untuk penambahan waktu. Pertimbangan si presiden adalah
beliau ingin mendengarkan lebih agar nanti bisa menyampaikan pandangannya.
Menanggapi hal tersebut, Mbak Bungsu mengatakan argument yang menurutku sangat
cetar, bunyinya kurang lebih:
“Pandangan presiden itu, sepengetahuan saya, adalah
pandangan pribadi president dengan “melihat” kerja kementerian selama
kepengurusan”. Tanpa ragu, di politik mahasiswa idealis memang belum terlihat adanya fenomena ABS (Asal Bos Senang).
Setuju, karena bahkan President tidak perlu mendengarkan
presentasi menteri terlalu serius untuk memberikan pandangan. Momem lain adalah
ketika Mbak Bungsu, selaku Menteri Sosial Masyarakat presentasi. Beliau bilang
kalau pengabdian memang sedang jadi tren, tapi banyak juga yang kurang
berkomitmen. Menutup presentasinya, beliau mengatakan frase yang agak langka: kalian energi saya. Ciaa, anak sastra
memang jago menyusun kata-kata.
Waktu makan siang, aku pindah ke kursi bagian agak belakang.
Beda dengan yang kutempati di depan, posisi kursinya dekat sekali dengan meja.
Berarti memang bagian ini sebelumnya tidak, atau bahkan jarang, dipake duduk.
Aku langsung menuju ke deduksi dimana memang kalau rapat itu tidak full, seperti
yang sering diberitakan. Bisa karena banyak yang absen rapat, atau karena ruangnya
memang kebesaran dan kurang disesuaikan, yang berarti ketidak-efektifan, atau
penghamburan.
Terlepas dari semua fasilitas yang ada, mengikuti rapat kemarin
itu memang agak membosankan dan melelahkan. Aku kurang tahu mengenai jadwal
sidang anggota DPRD, tapi kalau dibayangkan bahwa pekerjaan mereka adalah
mengikuti sidang seperti ini, menurutku pasti membosankan. Tiba-tiba sempat
merasa prihatin. Ada yang bilang kalau kau ingin bahagia seumur hidup, cintailah
pekerjaanmu. Sempat juga terbesit pemikiran soal anggota dewan yang cuma
memikirkan tentang uang, menjadi pasif saat rapat yang berarti akan semakin
bosan. Maksudku, kalaupun korupsi, apakah cukup untuk membayar apa yang dialaminya
saat bekerja, atau image yang diterimanya dari rakyat. Ditambah, apa bisa tenang
gitu lho kalau korupsi, duh.
Bonus, Skuadron Kementerian Luar Negeri. |
@cahyoichi_
Jadi mimpi klo duduk ditempat kayak gitu kelak :D cuman duduk, rapat, terus dapat uang puluhan juta.. haha
ReplyDeletelah jadi kamu toh yang mainan microphone itu.pantes mahasiswa.
ReplyDeletesaya yg duduk disebelah mu kemaren pas rapat :3 *ngigo jadi anggota DPR*
putra: hah? km minat?
ReplyDeleteben: ciaaa, bukan cuma aku yg main~