Sabtu minggu lalu merupakan pertemuan kedua kelas Soto
Babat, pelatihan menulis “bahagia” yang diselenggarakan oleh Keluarga Embun.
Kali ini lokasinya di Taman Nurul Qomaril, depan Monumen Pers. Aku sendiri biasanya
cuma lewat di depan taman tersebut tanpa
tahu sejarah di balik pembuatannya. Kang Nass sempat bercerita bahwa taman Nurul
Qomaril merupakan taman yang dulunya dibuat untuk tempat bermain Gusti Nurul
Kamaril, putri Mangkunegaran, wanita Solo yang dikatakan paling cantik dan
cerdas di jamannya. Yang menolak Ir Soekarno, Sri Sultan Hamengku Buwono IX,
dan Sutan Sjahrir untuk memilih jalan hidup dan cinta yang sederhana. Awww.
Gusti Nurul Kamaril, kalau mau tau sejarahnya, cari aja di google. |
Pelajaran yang diberikan pada hari ini adalah tentang Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD) yang disampaikan oleh Mbak Avi. EYD itu penting bila
untuk menulis artikel resmi atau karya ilmiah, jadi kalau tulisan di blog
seperti ini EYD-nya meleset-meleset sedikit tidak apa-apa. Setelah menerima
materi tersebut, aku sadar ternyata selama ini aku melakukan banyak kesalahan
dalam cara menulis, misal cara menulis Mahakuasa yang ternyata digabung,
penggunaan huruf miring (italic) dan tanda petik, sampai ke cara penulisan
nominal uang rupiah. Kalau kalian tertarik untuk mempelajarinya juga, kalian
bisa beli buku EYD, tapi yang standar ya. Kita di Embun juga sebelumnya juga
disuruh untuk membeli dan membaca buku EYD beberapa hari sebelumnya. Aku saja
sampai ke Gramedia terdekat karena toko alat tulis di dekat rumahku buku
EYD-nya menurutku kurang standar.
Rak Tatabahasa di Gramedia Solo, surga EYD kalau aku bilang mah. |
Sebenarnya didalam penugasan untuk membeli buku EYD
tersebut, ada sempat memikirkan beberapa hal. Kenapa kita “harus” membeli buku
EYD. Pengetahuan tentang Ejaan Sempurna harusnya diajarkan sejak dini, yang
artinya masing-masing anak sekolah di negeri ini sudah punya sejak pelajaran
bahasa Indonesia mulai disampaikan. Makanya tidak heran kalau banyak pelajar kita
yang tulisannya (baik di sms atau status) menggunakan ejaan bahasa pedalaman di
Russia.
Di sela-sela memberikan materi, Mbak Avi juga curhat
bagaimana dia menjadi editor di majalah Embun. DI satu sisi, bisa dibilang
kalau menjadi editor itu memuakkan, ada beberapa kesalahan ejaan yang sering
terjadi dalam artikel yang dia kelola. Selain masalah EYD, jumlah kata juga
jadi hal yang menyebalkan. Misal kadang Mbak Avi minta artikel dengan karakter
300 kata, tapi kontributor (orang-orang yang mengirimkan artikel) menulis
hampir 600 kata. Bayangkan saja, harus dikurangi setengahnya tapi isi harus
tetap sama, pesan dari penulis harus tersampaikan.
Terkadang, yang tidak disampaikanlah yang penting.
Setelah kuliah EYD selesai, kita tidak langsung pulang. Kang
Nass bercerita dulu, memberikan motivasi. Aku sendiri tahu kalau banyak
pelatihan menulis yang dibuka, dari yang mahal sampai yang gratis. Tapi
pelatihan tetaplah pelatihan, menurut Kang Nass, tidak akan membuat kita
menjadi penulis. Banyak mengikuti pelatihan akan memberikan kita banyak
pengetahuan. Tapi yang membuat kita menjadi penulis bukan karena banyaknya
pelatihan yang kita ikuti, tapi kedisiplinan dan keseriusan kita untuk terus
menulis.Pernah aku bertanya ke Kang Nass: “apakah menulis ungkapan kegalauan
termasuk?”. Beliau menjawab singkat. “termasuk”.
Secara spesifik beliau mengatakan kalau menulis setiap hari
itu 300an kata sudah cukup, ini sudah berapa kata ya?
Mbak Avi bercerita juga mengenai pengalamannya menulis
selama 100 hari non-stop. Menurutnya, orang yang menulis setiap hari itu
wajahnya berseri-seri. Meminjam istilah yang dibuat Esty, tulisan bisa
dikatakan sebagai “anak jiwa”, yang bisa kita telurkan setiap hari baik untuk
meluapkan masalah atau menyampaikan pemikiran kita. Dalam menulis, kadang hal
kecil sekalipun bisa memberikan kita inspirasi, dalam kasus Mbak Avi, daun
jatuh.
Dalam menulis, kita seperti bisa mengungkapkan sesuatu yang
tidak bisa di-verbal-kan. Kalau kata Raditya Dika, temannya pernah mengatakan
kalau penulis itu adalah manusia aneh yang bisa mengubah kafein menjadi kata-kata.
Melihat dunia dari sisi lain.
@cahyoichi_
jadiin nulis sebagai moodboster :))
ReplyDeleteoke sip :D
ReplyDeletepertanyaanmu ke Kang Nass kok sesuatu banget sih mas haha
ReplyDelete.aku kan mewakili orng2 seperti kita, #ngaku2
ReplyDelete