Takbir dalam Sholat

Apr 20, 2013

Di sini saya menyampaikan salah satu hal yang saya dapatkan dari pengajian pemuda di Masjid Az Zumar, Jum’at minggu lalu.

Setiap gerakan dan bacaan dalam sholat memiliki makna dan filosofinya masing-masing. Untuk meningkatkan kualitas sholat kita, salah satu caranya adalah dengan tadabbur (menghayati) ayat-ayat Al Quran yang dibaca saat sholat, begitu juga dzikir-dzikir dan bacaan sholat lainnya. Untuk bisa menghayati setiap bacaan yang kita ucapkan, mau tidak mau kita harus mempelajari artinya terlebih dahulu. Hal tersebut membutuhkan proses, kita bisa mulai belajar memahami bacaan dalam sholat sedikit demi sedikit.

Salah satu bacaan yang kita sudah tahu artinya adalah apa yang kita baca saat takbiratul ihram dan pergantian gerakan sholat, yaitu bacaan takbir (Allahu Akbar). Allahu Akbar berarti Allah Mahabesar atau kalau dalam bahasa Inggris, Allah is (the) greatest. Meskipun bisa diucapkan kedalam bahasa yang berbeda-beda, yang kita lafalkan dalam sholat tetap Allahu Akbar. Itu adalah salah satu pelajaran dari TPA yang masih saya ingat.

Kita mungkin sering melewatkan penghayatan untuk kalimat yang satu ini. Padahal, kalimat takbir berada di posisi yang penting dalam agama kita. Dengan mengucapkan Allahu Akbar, berarti kita mengagungkan Rabb kita dan menganggap-Nya lebih besar (baik) dari apa-apa yang bisa kita pikirkan selain Dia. Yang besar itu hanya Allah SWT. Posisi, pangkat, jabatan, organisasi atau komunitas kita itu semua kecil, tidak bisa lebih kita pentingkan daripada Allah.
Allah SWT berfirman,
“Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.” (QS al-Isra: 111)
Pemaknaan kalimat takbir ini bisa menjadi refleksi, khususnya bagi saya sendiri dan mungkin bagi pembaca sekalian. Sholat mencegah perbuatan keji dan mungkar, asalkan terepresentasi dalam setiap aktivitas kita. Kalau makna kalimat “Allahu Akbar” sudah hadir dalam hati kita, tentu tidak ada lagi yang lebih kita agungkan kecuali Dia. Dengan begitu, kita terhidar dari sifat sombong, baik itu menyombongkan apa yang ada dalam diri kita sendiri dan keluarga kita. Ingat, sifat menyombongkan “keluarga” tersebut juga dilakukan oleh setan ketika (bahkan) meng-argu Allah SWT dengan mengatakan bahwa kelompoknya lebih baik dari manusia lantaran setan diciptakan dari api dan manusia (Adam AS) diciptakan dari tanah.

Masing-masing dari kita memang diberikan anugerah yang berbeda-beda oleh Allah SWT, bisa berupa ilmu, harta, atau bakat-bakat tertentu. Anugerah tersebut terkadang menjadi semacam kelebihan kita dibanding orang lain. Mengetahui kelebihan kita adalah hal yang positif, karena dengan begitu kita bisa bersyukur dan memanfaatkannya untuk kebaikan. Akan tetapi apabila kelebihan itu jatuh ke dalam hati yang tidak syukur, akan menimbulkan sifat sombong dan merasa apa yang kita punya adalah pencapaian kita sendiri. Merasa diri kita lebih besar dari orang lain tentu menyalahi pemaknaan kalimat takbir.

Kalimat takbir diucapkan berulang-ulang dalam shalat, karena merupakan lafal yang dibaca ketika pergantian gerakan. Allah SWT tentu tidak asal pilih, kalimat itu mengandung sebuah pelajaran yang luar biasa, kita hanya perlu untuk lebih peka.

Kita hanyalah satu dari sekian triliun hamba Allah yang ada di salah satu dari jutaan planet ciptaan-Nya, sangat mengherankan kalau ada yang merasa lebih dari orang lain. 

0 comments:

Post a Comment