Shaf Terdepan

Apr 21, 2013

Seperti biasa, sambil mengerjakan tugas, saya melihat-lihat newsfeed facebook, membaca apa-apa yang ada sampai ke bawah-bawah. Kemudian saya menemukan sebuah post yang berisi tentang orang-orang yang didoakan oleh malaikat. Awww didoakan malaikat.

Salah satu orang yang disebutkan akan didoakan oleh para malaikat adalah orang-orang yang berada di shaf paling depan saat shalat jama’ah. Saya agak tersindir gimanaaa gitu, karena beberapa waktu sebelum saya membaca informasi ini, saya secara beruntung berada di shaf terdepan waktu sholat jama’ah di Masjid Az-Zumar. Saya biasanya hanya makmum masbuk karena sering sekali kalau mendengar adzan itu baru mandi atau bahkan masih di depan komputer.

Semakin tertarik akan hal tersebut, saya mencari informasi tambahan lewat google. Saya kemudian mendapatkan di bawah ini:

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf-shaf terdepan." (Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra' bin 'Azib)

Jangan ada yang tertawa ya, tapi saya memang baru mengetahui kalau shaf terdepan itu se-spesial itu, biasanya saya hanya mengira kalau shaf terdepan itu pahalanya lebih banyak, itu saja. Senang sekali rasanya mengetahui hal tersebut, perasaan kecewa karena selama ini melewatkan keistimewaan seperti itu karena lebih sering datang terlambat segera hilang, itu masa lalu.

Saya memang sering membiarkan diri saya menjadi makmum masbuk ketika datang ke masjid, dengan pembenaran yang menggelikan: sudah bisa pergi ke masjid untuk sholat jama’ah itu sudah bagus. Dengan pola pikir “hanya sampai di situ” itulah, saya bahkan kadang baru sampai di masjid ketika sholat jama’ah sudah selesai. Kalau beruntung, masih ada makmum masbuk lain sehingga saya bisa menepuk bahunya dengan tanpa dosa dan menjadikan beliau imam.

Padahal masjid di kampung itu tidak seperti masjid kampus, yang hampir setiap saat ada mahasiswa yang datang dan pergi, mengingat mobilitas mahasiswa yang tinggi karena perbedaan jam kuliah, ada jam tambahan, pergi rapat dulu dan lain-lain. Kalau di kampus kita mungkin pergi ke masjid bersama beberapa teman, sehingga jika masjid sedang sepi pun, salah satu dari kita bisa menjadi iman. Tapi kalau di kampung, shalat jama’ah selesai ya kadang kita terpaksa musti sholat sendirian.

Kalau berbicara masalah pencerahan tentang hal ini, saya baru ingat kalau ternyata sudah sering “ditegur” lewat adik-adik TPA. Biasanya kalau saya terlambat Sholat Ashar di hari-hari TPA, ada Fansa, Vicky, atau anak-anak yang lain bilang, “Mas, kamu kok terlambat ki gimana?”. Kalau sudah seperti itu, saya akan menjawab sekenanya, seperti “Baru pulang dari kampus” atau “Baru bangun”. Saya hanya kurang sadar.

Sekarang dan seterusnya, semoga kita semakin jarang terlambat datang ke masjid dan semakin sering mendapat shaf pertama. Pembenaran-pembenaran akan semakin berkurang seiring dengan proses perbaikan persepsi kita. Dengan begitu, kita kembali membuktikan bahwa pola pikir (dan iman) itu bisa direvisi dan di-upgrade, hidup mahasiswa!

0 comments:

Post a Comment