The Paradox of Leading

Feb 24, 2015

Kita sering mendengar bahwa salah satu golongan yang akan mendapatkan keteduhan Arasy ketika matahari terasa hanya sejengkal di atas kepala adalah: pemimpin yang adil. Malah, kelompok ini disebutkan di nomor satu. Apa yang begitu spesial dari memimpin? Salah satunya adalah situasi paradox yang akan menimpa mereka.

Paradox (atau kondisi yang seolah-olah bertentangan tapi benar, sebagaimana KBBI meletakkannya) dari kepemimpinan adalah bahwa seorang pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang ditunjuk, bukan mencalonkan diri. Hal itu terkait dengan tugas berat pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban bukan hanya dalam masa kepemimpinannya tapi juga dampak yang terjadi paska kepemimpinan, paling tidak dalam tataran tertentu.

Yang menjadi paradox adalah bahwa tanggung jawab sebesar itu harus dilemparkan ke orang lain, sekelompok orang harus menunjuk satu orang. Harus ditunjuk. Plato, dalam frase terkenalnya Philosophers King, mengatakan bahwa sebuah masyarakat akan mendapati situasi ideal bila mau menunjuk seorang filsuf menjadi pemimpin, atau pemimpinnya secara sepenuh hati belajar filosofi.

Itu karena, tidak seperti politisi, filsuf adalah orang terakhir yang mau ditunjuk untuk mendapatkan jabatan kepemimpinan; entah karena pemahamannya akan beban yang menjebak atau karena jabatan akan membatasi ruang gerak pemikirannya. Lagi, ini menjadi paradox karena secara alami orang yang paling pantas untuk dijadikan pemimpin adalah justru orang yang tidak berambisi untuk memimpin!

Bagaimana kita memahami ini? Bahwa paradox kepemimpinan ini berputar: bila orang berilmu takut menjadi pemimpin, lalu kepemimpinan diserahkan pada orang-orang kelas dua, lalu bagaimana kondisi ideal dalam masyarakat bisa tercapai? Familiar sekali bukan? Kapan terakhir kali kita menjumpai orang bijak duduk di pemerintahan? Bagaimana kita akan menyelesaikan masalah seperti ini?

Pemimpin harus ditunjuk, artinya setiap orang memiliki peluang untuk menjadi pemimpin. Dan untuk ditunjuk, seseorang harus memiliki kualitas-kualitas tertentu (katakanlah: siddiq, amanah, tabligh, fatonah). Tapi semakin seseorang belajar, belajar, dan belajar dia secara alami akan menghindari jabatan kepemimpinan dengan meminimalisasi peluang untuk ditunjuk masyarakat.


Nah.

0 comments:

Post a Comment