Bertemu Keluarga Embun

Feb 24, 2013

Suatu hari aku memberanikan diri pergi sendirian ke daerah Solo yang aku belum hafal jalannya. Sehari sebelumnya aku sudah menanamkan misi pribadi untuk bisa sampai di Boga-bogi resto. Sabtu pagi aku membuka google maps untuk mencari daerah Jajar. Jujur, itu adalah langkah baru bagiku, mahasiswa semester enam dengan sejuta kelemahan, salah satunya adalah banyak tempat yang aku tidak hapal jalannya. Setelah mengkaji nama jalan dikombinasikan dengan memoriku mengenai tempat-tempat yang mungkin dilewati. Pagi ini tadi aku mencoba untuk meng-aplikasikan apa yang sudah ada di peta otakku, dan tetap nyasar. Sampai akhirnya walaupun terlambat sekitar 43 menit aku sampai di Boga-bogi Resto dan aku seperti “yeah, aku bergerak satu langkah untuk memperbaiki salah satu kelemahanku!”. Kabar baiknya adalah: masih ada delapan tempat lagi yang mungkin harus dicari di google maps.

Minggu, 24 Februari 2013 ini adalah pertemuan perdana antara 10 orang yang entah bagaimana lolos seleksi pelatihan Soto Babat dengan teman-teman redaksi majalah Embun. Aku katakan “entah bagaimana” karena waktu itu aku agak terburu-buru mengerjakan artikel yang akan aku kirim karena waktu itu, seperti biasa, sudah beberapa jam sebelum deadline. Kesan standar pertama yang muncul adalah senang, karena bertemu langsung dengan Kang NasSirun PurwOkartun, yang selama ini cuma lihat statusnya. Aku adalah salah satu orang yang tidak bisa serta merta menilai seseorang dari statusnya, makanya aku harus benar-benar melihat karakter Kang Nas baik-baik. Dari sekian banyak wejangan yang beliau berikan pada hari ini, aku lebih bisa menilai dari bagaimana beliau memperlakukan putranya. Meski Ahya agak “pecicilan”, tapi Kang Nas tidak pernah lebay. Selama ini sering ketemu Ibu-ibu yang kalau putranya tidak bisa “menjaga image” di tempat umum pasti langsung dimarahi, padahal masih kecil. Duh, selama ini aku terlalu sering melihat contoh yang tidak baik.


Kesan tersembunyi yang lain muncul saat sesi perkenalan. Lewat intonasi dan pilihan katanya (misal: jual diri) saat mengajak para peserta untuk bercerita lebih jauh mengenai dirinya, Avi Ramadhani, Ibu Redaktur Pelaksana Embun Majalah Keluarga, seakan melakukan semacam observasi untuk mengetahui lebih jauh mengenai kemampuan / kelebihan tiap peserta. Didukung dengan pernyataan Esty tentang kesempatan peserta yang memang “layak” dan berkomitmen untuk bisa berproses di majalah Embun, barangkali memang ada semacam perekrutan. Sejurus setelah setiap peserta mengetahui tentang hal ini, bukan tidak mungkin akan ada irama persaingan. Kalau seperti itu berarti aku harus terus menasehati diri sendiri untuk tetap kalem, karena kalau tergesa-gesa melangkah mungkin ada beberapa hal yang terlewatkan. Pikir, tugas diberikan setiap pertemuan, berarti bisa saja tugasnya itu membuat artikel kerja-sama.

Kang Nas menyebutkan soal pentingnya waktu bagi seseorang yang bekerja di media. Aku sendiri di media kampus tapi sebelum ini masih sangat payah dalam pengaturan waktu, misal dalam penerbitan buletin atau majalah. Benar kata kang Nas, bahwa terlalu banyak pemakluman dan pemaafan di media kampus. Hari ini aku belajar, besok aku mengajarkan. Dengan menerima setiap orang yang aku temui di pelatihan sebagai guru, termasuk Ahya. Mudah-mudahan aku bisa menularkan sesuatu yang aku terima ke teman-teman yang tempo hari bilang “ntar ilmunya di-share ya mas”

Ada Esty juga

Di penutupan acara, Kang Nas bercerita panjang lebar tentang pengalaman masa mudanya bersama buku. Kang Nas bilang kalau koleksi bukunya sudah mencapai 10.000, aku tidak tahu jumlah koleksi buku sebanyak itu ternyata ada juga di dunia ini. Lewat cerita tersebut Kang Nas berpesan agar kita senang membaca, menikmati apa yang kita baca. Banyak orang pintar yang kutemui selalu menganjurkanku untuk banyak membaca, Mas Tori, Pak Yuyun, Bu Fitria. Aku ingat bahwa aku sebenarnya gemar sekali membaca waktu SD, Kepala Sekolah waktu itu sempat bilang kalau aku kutu buku. Tapi entah bagaimana semakin kesini “bakat” itu semakin menguap. Mungkin aku keseringan browsing jadi meninggalkan buku. Kalau waktu kecil aku punya “bakat” seperti itu tadi, aku tinggal menemukannya lagi.

Satu lagi hal yang mesti kupelajari adalah bagaimana menjadi “keluarga” yang bahagia, harmonis dan kompak, seperti Embun.  Aku sudah pernah bilang kalau aku kadang merasa terlalu merdeka yang bahkan ketika berada di sebuah tim dengan visi yang sama, iramaku kadang berbeda. Mungkin aku salah menempatkan ego. Maka dari itu, sisi jahatku, marilah kita belajar untuk lebih bisa bekerja sama.

@cahyoichi_

0 comments:

Post a Comment