Lagi, Nasi Goreng di Malam Tahun Baru

Jan 1, 2013

Bagi sebagian pemuda Badranbaru, malam tahun baru dalam tiga tahun ini cukup monoton: Nonton kembang api di alun-alun Karanganyar lalu dilanjutkan makan nasi goreng. Tiga tahun  lho, walaupun tempat makannya kali ini berbeda dari dua tahun yang lalu. Tapi yang terpenting, kita ada kegiatan lah daripada cuma tidur dirumah, ditambah kita bisa update status "makanan pertama di tahun ini", yang tahun lalu juga aku lakukan. Aku bahkan sempat memfotonya:


Gaul, makanan pertama di tahun 2013.
Sebenarnya yang berkesan itu bukan menunya sih, tapi dengan siapa kita menikmati makanannya. Sayang sekali tahun baru tadi pagi kita cuma berlima; aku, Ali, Hendrik, Mas Bram, dan Mas Gigih. Tahun lalu padahal lumayan rame, mungkin karena (doa sebagian orang) tadi malam sempat hujan. Aku saja sempat ketiduran dan tidak ikut teman-teman ke alun-alun. Aku cukup lelah sih habis main DotA di tempatnya Hendrik. Aku bangun saat jam di hape menunjukkan pukul 11.59, hampir ketinggalan kembang api. Setengah sadar, aku mendengar bunyi petasan dan pintu depan terbuka, ternyata Bu Rusmini dan Budhi sudah diluar melihat kembang api. Aku langsung ikut melihat kembang api tapi lebih fokus memikirkan satu hal: fuuuuuck, aku melewatkan malam taun baru.

Aku melihat layar hapeku dan ada beberapa pesan, salah satunya Ali ternyata sms mengajak keluar, dua kali. Aku balas smsnya, dia balas dia sedang di alun-alun bareng beberapa teman. Aku seperti: yaudahsih, pasrah, sholat Isya dulu, tadi belum sholat *mewek*.

Beruntungnya diriku punya teman kaya mereka, sebelum sholat hapeku berdering. Ali menelepon dari luar rumah, mengajakku keluar. Aku tau malam tahun baruku akan segera terselamatkan, maka dari itu aku keluar dan terjadi obrolan singkat: "aku sholat isya dulu ya.. | lah tadi ngapain ajaa! | KETIDURAN!.

Dan begitulah sampai akhirnya kita sampai di tempat nasi goreng. Dalam perjalanan mereka sempat bingung nyari tempat makan, aku sendiri sempat mikir apa yang akan aku lakukan di kampung ini tanpa teman-teman seperti mereka. Ali bahkan juga merekam video kembang api dengan hapenya dan menunjukkannya padaku saat itu. Sweet, generasi muda yang bikin optimis.

Kita semua seperti kembang api. Kita mendaki, bersinar, namun kemudian berpisah menjadi lebih jauh. Tetapi jika saat itu tiba, jangan menghilang seperti kembang api, dan terus bersinar ... selamanya. -Hitsugaya Thosiro

Diluar cahayanya yang indah, ada bagian dari kembang api yang tidak terlihat.

Yang sebenarnya mau aku sampaikan dalam tulisan ini adalah setelah ini. Sebagai seorang pemuda yang kritis, apalagi Islam, seharusnya kita tidak hanya melihat sesuatu dari satu sisi saja. Seperti contohnya event tahun baru itu sendiri, ada beberapa hal yang bisa kita cermati.

Yang pertama adalah bagaimana kita melihat ada sebagian muslim yang membuat status/tweet tentang tidak bolehnya perayaan Tahun Baru, karena itu bukan tahun baru Islam. Menurut tulisan ini, hal itu memang benar, tahun Masehi, yang sekarang sedang lebih populer daripada Hijriah, adalah tahun yang digunakan untuk menandai kelahiran Isa Al Masih atau Yesus. Umat Kristen awal berusaha untuk menetapkan tahun kelahiran Yesus sebagai tahun permulaan (tahun 1). Namun untuk penghitungan tanggal dan bulan mereka mengambil kalender bangsa Romawi yang disebut kalender Julian, kalender buatan Julius Caesar yang sebenarnya tidak akurat tapi sudah dipakai sejak 45 SM. Perhitungan tanggal dan bulan pada Kalender Julian lalu disempurnakan lagi pada tahun pada tahun 1582 menjadi kalender Gregorian. Penanggalan ini kemudian digunakan secara luas di dunia untuk mempermudah komunikasi.

Jadi bisa kita lihat bahwa tahun baru memang bukan perayaan orang Islam. Memang sangat disayangkan mengapa negara kita yang mayoritas umat Islam juga memakai kalender itu, padahal dalam bahasa Inggris penanggalan ini disebut “Anno Domini” (AD), yang dalam bahasa Latin berarti "Tahun Tuhan Kita", duh. Ini mungkin yang membuat sebagian dari kita tidak tahu atau tidak mau tahu mengenai kalender Hijriah, maka dari itu "perayaan" tahun baru Masehi malah yang cetar membahana, dan tahun baru Hijriah cuma jadi tanggal merah biasa di kalender, duh lagi.

Jadi kalau sudah begini bagaimana? cukupkah merubah pola pikir orang-orang kita dengan membuat status seperti tadi?. Kalau saya pribadi, ikut menonton acara kembang api tidak masalah, kalau diniatkan main bareng temen biar tambah akrab dan mempererat silaturahim. Jadi kita tidak mengambil substansi perayaannya. Sekali lagi aku tetap percaya kalau dengan membaur kita paling tidak bisa memberi contoh dan "mengalihkan". Gusti Allah itu tidak ndeso, harusnya hati kita lebih kaya. Jadikan acara-acara itu sebagai perekat silaturahim, bukannya "wah kita smakin beda, aku tidak merayakannya".

Yang terpenting itu walaupun kita ikut bergadang menonton kembang api, sholat subuhnya jangan lupa. Bilangnya mau jadi lebih baik di tahun 2013 tapi sholat Shubuh dihari pertamanya aja lupa, duh. Pagi-pagi adalah waktunya Allah menebar banyak rezeki, jadi jangan bangun siang-siang di tanggal 1-nya, mentang-mentang libur. Dan lagi, jangan buang sampah sembarangan di jalan waktu perayaan, kasian yang pagi-pagi membersihkan sementara kita masih tidur.

Yang kedua, dari tahun ke tahun yang kuamati keadaan jalan di malam tahun baru semakin macet saja. Jalanan semakin rame tidak hanya di tingkat kota tapi sampai ke desa. Itu menandakan bahwa semakin banyak masyarakat yang terlalu larut dalam mainstream. Selain sampah tadi, macetnya jalan menunjukkan bahwa manusia memang semakin mudah ditebak. Hati-hati lho nanti kalau suatu saat masyarakat semakin mudah dikendalikan dan kemudian dimanfaatkan, bahaya tingkat internasional. Jangan jadi terlalu mainstream.

Malam kemarin aku belajar, hari ini aku mengajarkan.
Best.
@cahyoichi_



0 comments:

Post a Comment