Mengapa Orang Berubah

Sep 23, 2015

Saya punya seorang teman. Dia adalah mantan “penganut” filosofi skolastik.

Dulu saya sering berdiskusi dengannya soal keimanan. Dan untuk membalas sikap kepeduliannya pada keimanan saya, saya menawarinya sebuah buku lama yang berjudul Kuliah Tauhid. Seseorang, yang dulu sempat menjadi “guru” saya (sekarang juga masih), menyuruh saya untuk mengopi buku tersebut. Saya bilang buku ini mungkin akan bisa “menjinakkan” ke-skolastik-kannya. Rupanya, dengan tanpa dosa, dia menjawab singkat: saya bukan lagi orang skolastik.

Saya sempat berpikir, mengapa pemikiran filosofi seseorang bisa berubah-rubah. Orang itu akan terkesan seperti mencla-mencle (kalau orang Jawa bilang: esuk dhele, sore tempe). Namun kemudian saya sadar, bahwa dalam dunia filosofi, ada yang disebut dengan self-cancelling, atau gemar membatalkan argumen-argumen yang pernah dibuatnya sendiri.

Self-cancelling kemudian menjadi sebab mengapa seribu filsuf memberi seribu jawaban atas pertanyaan yang sama, misal: “apakah tujuan hidup?”. Jawaban atas pertanyaan itu terus berkembang, dari jaman Democritus sampai yang teoritis seperti Sigmund Freud. Jawaban satu akan membantai jawaban yang lain. Meski begitu, pemikiran “baru” seseorang tidak lantas terlepas begitu saja dari pemikiran lamanya.

Dosen saya pernah menyinggung soal cara belajar secara “hermeutika”, bahwa apa yang kita pelajari sekarang tidak lantas memutus “sejarah” pemikiran kita, selalu ada lingkaran pemahaman. Dan sejauh yang saya tahu, alam filosofis itu memang bersifat “nomandik”, tak pernah mantap stabil. Itu membuat pemikiran kita tidak pernah final, hanya saja pemahaman kita makin kaya, makin kompleks, dan makin luas. Kita akan semakin “mendekati” kebenaran.

Seorang gadis pernah berkata, “kamu itu terlalu dinamis”, ketika kami mengobrol tentang perkembangan kehidupan organisasi masing-masing. Nah, sekarang saya punya jawaban ilmiah atas klaim itu: saya sedang berada di ruangan self-cancelling.

Suatu kali, saya sempat meng-kepo (dan berniat mengkhatamkan) blog dua orang teman. Yang satu adalah orang yang saya sebutkan di awal, yang satu adalah teman SMA yang mengaku sedang penasaran dengan Karl Marx. Dan akhirnya, hasil investigasi blog dua orang filsuf-filsufan itu tidak sia-sia. Selain mendapat banyak pengetahuan dan cara menulis yang keren, saya juga semakin paham konsep self-cancelling. Saya mendapati bahwa pemikiran mereka berkembang, blog mereka adalah jejak pemikiran mereka.

Satu hal yang saya pelajari dan langsung bisa diterapkan dalam masyarakat: bahwa kita tidak harus menjadi benar. Ketidakmampuan (dan ketidakmauan) untuk mengakui kesalahan pribadi hanya akan membuat kita cenderung untuk merasa paling benar. Saya yakin, tugas kita di dunia ini hanyalah berusaha mendekati kebenaran. Kita tidak bisa mengatakan: Islamku lebih benar dari Islammu, karena pada dasarnya bukan tugas kita untuk menilai. Apalagi yang hanya taqlid buta atas apa yang diajarkan kepadanya.

Secara tidak langsung, teman saya bahkan secara “jujur” mengakui kalau pemikiran yang dia paparkan di blognya masih belum fix, bisa saja dia akan mendefinisikannya kembali suatu saat. Dan benar saja, dia membuat pembahasan yang mirip dengan tulisan itu di tulisannya yang baru. Dia seperti menutup lubang kekurangannya sendiri, yang mungkin tidak akan secara sempurna tertutup.

Karenanya, saya sarankan untuk berhati-hati dalam menghakimi seseorang, apalagi “data” yang kita rujuk sebagai justifikasi itu berasal dari masa lalu. Semakin banyak data yang dikepo, mungkin akan semakin akurat prediksi kita tentang seseorang. Namun tak peduli seberapa tepat informasi yang kita kumpulkan dari seseorang, itu semua berasal dari masa lalu. Manusia berkembang, apalagi yang haus akan ilmu pengetahuan. Dengan konsep self-cancelling, mereka mungkin dengan mudah mereinvesi pemikiran mereka.

Dan seperti tulisan-tulisan sebelumnya, tulisan ini adalah argumen yang berbentuk opini. Saya bisa jadi akan meng-cancel argumen saya sendiri di masa depan, entah di tulisan keberapa. []

2 comments:

  1. Blogging is the new poetry. I find it wonderful and amazing in many ways.

    ReplyDelete
  2. What you're saying is completely true. I know that everybody must say the same thing, but I just think that you put it in a way that everyone can understand. I'm sure you'll reach so many people with what you've got to say.

    ReplyDelete