Tantangan yang dihadapi suatu kaum itu berbeda pada setiap
era. Cobaan yang kita hadapi saat ini berbeda dengan tantangan yang dihadapi oleh
kakek-nenek kita, lebih berbeda lagi dengan yang dialami Nabi SAW. Kita berada
di era teknologi informasi, dimana hampir setiap informasi yang kita inginkan
tersedia di internet. Poinnya adalah, di samping banyaknya informasi yang benar
di internet, pasti ada juga informasi yang salah.
Inilah yang menjadi salah satu tantangan kita sebagai umat muslim
sekarang. Selain menjadi media yang memudahkan akses ke hal-hal mudarat, kita juga
di hadapkan pada kemampuan mengerikan media internet yang lain: menanamkan ide-ide
yang kurang tepat pada pikiran kita dan membuat kita memiliki “kesadaran palsu”.
Ide-ide yang kurang tepat tersebut bisa kita hindari bila ide itu benar-benar terlihat salah, misal ide tentang
terorisme. Masalahnya adalah, orang yang memiliki media itu sangat pintar,
mereka menanamkan ideologi mereka dengan cara yang halus. Mereka meletakkan
pesan-pesan tersembunyi pada suatu hal dan mengulanginya secara terus-menerus,
dengan begitu otak kita seperti tercuci.
Tidak bisa dipungkiri, semakin hari teknologi internet
semakin melekat pada diri kita, terutama media jejaring sosial seperti Facebook,
Twitter, atau YouTube. Kalau kita tidak menjadi pengguna internet yang cerdas,
dalam arti bisa menyaring setiap informasi yang ada, kita semakin mungkin untuk
terhegemoni. Contoh kasus yang bisa kita temui adalah bagaimana sekelompok
orang menyebarkan ideologi pluralisme lewat musik dan video di Youtube. Salah satu
video musik tersebut dibuat oleh seseorang bernama Mo Sabri dengan judul video Mo Sabri – I Believe in Jesus!
Melihat dari judul lagu dan sebagian liriknya, cukup aman
bila kita berasumsi bahwa Mo Sabri adalah seorang nasrani. Bagi yang sudah
pernah melihat video musik The Chosen One-nya
Maher Zain, video milik Mo Sabri ini seperti tandingannya. Dalam video tersebut,
Mo Sabri menggambarkan Jesus dengan representasi orang yang baik, bersedekah
kepada pengemis, dan melerai orang yang berkelahi.
Salah satu adegan dalam video Mo Sabri, penokohan Jesus. |
Satu hal yang menarik dari lirik lagu itu, Mo Sabri bisa
menyampaikan pesannya sesuai dengan logika kita sebagai muslim. Dalam liriknya dia
mengatakan ”In the west they call him
Jesus, in the east they call him Isa, Messiah, Christ…” atau “Why does our religion always have to cause
division? In reality we're all more similar than different…”. Selain itu, pesan
yang dia berikan tampak benar: “If we
don't have peace, we'll end up in pieces. Treat people the way that you want to
be treated”. Pesan itu disampaikan dalam reff dengan nada yang bagus dan mudah dinyanyikan.
Walau tidak semuanya, kita bisa melihat kalau penyebaran
ide-ide plularisme ini semakin mengarah ke ateisme. Kesadaran palsu yang
ditanamkan pada masyarakat adalah bagaimana kita tetap bisa berbuat baik kepada
sesama manusia tanpa perlu menganut sebuah agama. Terlepas dari semua pesan
ke-nasrani-annya, di akhir videonya Mo Sabri menambahkan kalimat “Even if a unity of faith is not possible, a
unity of love is”. Pesan tersebut secara tidak langsung menyebut bahwa
agama (iman) merupakan alasan yang membuat umat manusia tidak bisa bersatu.
Dengan asumsi itu pula, organisasi penganut paham humanisme
terbesar di Amerika Serikat, American Humanist Association (AHA), mengkampanyekan
paham ateis atau tidak percaya Tuhan bagi anak-anak dan remaja. Melalui situs kidswithoutgod.org,
mereka memberikan penjelasan ke anak-anak dan remaja bahwa ada jalan lain
mempelajari moral dan nilai-nilai kehidupan tanpa harus melalui agama “tradisonal”.
Aksi-aksi semacam ini sedikit banyak telah menggoyahkan keyakinan beberapa orang.
Maka dari itu penganut ateis di Amerika Serikat meningkat sebanyak lima persen
dalam lima tahun terakhir (The Daily Mail).
Padahal tanpa Islam, kebaikan yang sebenarnya tidak akan
bisa diraih. Seperti dalam sebuah hadist,
“Barangsiapa yang dikehendaki Allah kebaikan pada dirinya
maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agama…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menjadi muslim bukan berarti mengisolasi diri dari “hal baru”.
Dengan semakin lebarnya bidang garap dakwah, maka pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi sebagai salah satu medianya menjadi hal yang tidak
bisa dipungkiri.
Pelajari media, perjuangkan iman, pelajari bahasa dan logika
mereka agar target dakwah kita bertambah.
0 comments:
Post a Comment