Saya ingat kehidupan saya beberapa tahun yang lalu. Ketika waktu sudah
menunjukkan pukul empat sore, saya dan adik siap-siap pergi berangkat bermain
bola. Bukan permainan sepak bola normal yang menggunakan lapangan bola,
ini lebih mirip sepak bola jalanan. Kami bermain di tempat yang sudah
sejak kecil kami gunakan untuk bermain bola: halaman depan SD.
Lapangan depan SD adalah tempat yang menurut kami
paling ideal untuk bermain bola. Pasalnya, jumlah anak yang bermain
tidak pasti, tergantung yang bisa datang--walaupun memang biasanya
hampir semua datang. Jumlah pemain tidak sampai 22, yang berarti kami
tidak akan memaksakan diri bermain di arena yang besar.
Bermain di depan SD membuat kami tidak bisa
menggunakan bola sepak normal yang biasa kami sebut "bal kompan". Kami
menggunakan bola plastik, agar tidak ada kaca SD yang pecah. Bola
semacam ini kadang susah dikontrol, tergantung kekuatan angin saat itu.
Bila angin sedang tidak beraturan, bola yang ditendang bisa saja
berbelok, seperti tendangan pisang Roberto Carlos pada
pertandingan pembukaan Tournoi de France tahun 1997. (habis googling :v)
Namun tidak selamanya "bola liar" tersebut
merugikan, kadang kita secara tidak sengaja bisa mengecoh kiper lawan
dan membuat gol (sama saja berarti, tetap merugikan--kiper lawan yang rugi). Saya
ingat pernah menciptakan gol yang luar biasa: sebuah tendangan jarak
jauh yang melesat tidak beraturan dan membuat kiper lawan tertipu--lucu
sekaligus membanggakan.
Selain menyenangkan, ada juga nilai-nilai positif
yang bisa dipelajari dari bermain sepak bola. Sebagian dari kita mungkin
sudah meninggalkan permainan ini dan menjadikannya kenangan masa kecil,
namun nilai-nilai positifnya bisa kita bawa sampai tua. Nilai-nilai
tersebut bisa diterapkan dalam berbagai hal. Mumpung masih mahasiswa,
saya mencoba mengkorelasikan nilai sederhana dalam sepak bola dengan
organisasi mahasiswa.
Sepakbola adalah permainan tim, maka dari itu kita
musti bekerja sebagai tim. Kita perlu belajar bagaimana bekerja dengan
10 pemain lainnya secara bersamaan. Kita belajar bagaimana menjadi
penyerang (bersikap proaktif), sebagaimana kita belajar bertahan (mampu
bereaksi dan mengatasi berbagai situasi). Dalam membangun serangan, kita
belajar bagaimana mengikuti pemimpin.
Konon, sebuah rantai hanya sekuat sambungan terlemahnya.
Ketika bekerja, kita perlu bekerja sama dengan orang lain di dalam tim
dan saling melengkapi kelemahan masing-masing. Tim yang lemah akan
menghasilkan hasil pekerjaan yang tidak maksimal. Sebagai informasi,
teman-teman yang ikut bermain bola tidak seumuran, ada yang jauh lebih
muda dari yang lain. Ketika dia berada di posisi bertahan, pemain tengah
(kadang saya ada di posisi ini) perlu berusaha sungguh-sungguh untuk
membantu pertahanan, memastikan setiap rantai kuat.
Nilai berikutnya yang bisa kita ambil adalah: selalu ada waktu yang tepat untuk setiap hal.
Ketika kami kemasukan gol, ada jeda waktu untuk mengambil bola dari belakang gawang dan meletakkannya di tengah untuk kick off.
Saat itulah kami bisa sedikit me-review strategi asal-asalan kami dan
bertukar posisi. Ada waktu untuk bagi sang kapten untuk menasehati
barisan pertahanan. Ada waktu bagi bek untuk menasehati kiper.
Sepertinya hanya saya yang tidak tahu harus menasehati siapa. -__-
Di organisasi, kita perlu menyediakan waktu untuk
menganalisa: apakah ada yang perlu diatur lagi agar bisa bekerja
maksimal. Selain itu, waktu mengobrol untuk membicarakan masalah juga
diperlukan untuk memastikan setiap orang bekerja pada level terbaiknya.
Hal ini dapat dilakukan pada rapat harian lengkap (yang biasa kita sebut RHL) atau rapat pleno
pertengahan periode. Sebagai organisasi, kita tidak harus terjebak pada
proker rutin sehingga tidak sempat mengambil nafas untuk meng-upgrade
kemampuan kita, baik secara individu atau tim. Perlu ada waktu untuk
mengasah gergaji, saat kita mendapati gergaji kita sudah tumpul dan
tidak efektif lagi.
Ketika berada di posisi penyerang, kita bertugas
untuk memasukkan bola ke gawang lawan. Sementara ketika bermain sebagai
bek, kita bertugas menjaga daerah pertahanan agar pemain lawan tidak
bisa mencetak gol. Setiap pemain memiliki tugas yang harus dituntaskan,
kalau mereka gagal atau tidak bemain cukup baik, bisa saja tim mengalami
kekalahan. Intinya adalah: tuntaskan apa yang menjadi tugas kita.
Setiap hari di organisasi kita juga bermain di
sebuah posisi, yang mana masing-masing memiliki tugas yang berbeda-beda.
Organisasi memiliki struktur, dan terbagi menjadi divisi-divisi yang
memiliki tugas yang berbeda-beda. Meski begitu, divisi-divisi tersebut
hendaknya bekerja dengan visi yang sama--seperti tujuan setiap orang dalam
tim sepak bola: mencetak gol dan menang. Jika ada yang tidak
mengerjakan tugas (job desc) dengan baik, bisa saja program kerja molor
atau tidak sesuai yang diharapkan, dan organisasi sulit untuk maju.
Karena sering digunakan, kadang bola plastiknya aus
dan jebol (dan bisa disobek jadi dua dan dipakai sebagai topi oleh anak
kecil). Maka dari itu, kita perlu iuran untuk membeli bola yang baru.
Kita juga memerlukan orang yang bersedia (baca: terpaksa) membelikan
bola ke warung. Karena kita agak-agak aristrokrat gitu, maka yang biasa diserahi tugas adalah yang masih muda. Setelah dia kembali dari warung, kita bisa bermain lagi.
Sama seperti yang terjadi di organisasi. Ada
beberapa individu yang tidak pernah terlihat di atas panggung, ada.
Mereka bekerja tanpa lelah di belakang panggung untuk membuat ujung
tombak organisasi beraksi dengan sukses. Orang-orang semacam ini mungkin
jarang mendapat perhatian atau penghargaan, namun memberikan andil yang
besar untuk mensukseskan tujuan organisasi.
Sama seperti teman muda kami tadi, walaupun dalam
pertandingan tidak mencetak gol, namun karena bola yang dibelinya-lah
kita bisa bermain. Maka dari itu, untuk orang-orang yang memang memilih
untuk bekerja di belakang layar, jangan pernah merasa kalah penting dengan yang biasanya tampil. kesuksesan berasal dari usaha setiap orang dalam tim. :)
0 comments:
Post a Comment