Tulisan ini untuk yang nanti mau jadi guru atau dosen.
Siang itu, suasana kelas di salah satu mata kuliah
(makul) saya agak berbeda. Jam yang seharusnya diagendakan untuk
presentasi dan diskusi materi ternyata malah terpakai untuk sesi curhat.
Pada awalnya kelas berjalan normal seperti
pertemuan-pertemuan sebelumnya. Salah satu kelompok maju ke depan
bersiap mempresentasikan sebuah materi. Sebelum presentasi dimulai, Ibu
Dosen mengajak kami untuk sedikit menyinggung tentang materi minggu
lalu.
Beliau mengajukan sebuah pertanyaan, terkait dengan
salah satu poin pada materi yang sebelumnya. Karena tidak ada yang
mencoba menjawab, Si Ibu melemparkan pertanyaan tersebut langsung kepada
yang empunya materi-- anggota kelompok sebelumnya.
Merasa jawaban yang diberikan kurang lengkap, Si
Ibu melengkapinya sendiri. Setelah itu beliau mengajukan pertanyaan
lagi, kali ini lebih spesifik. Sesaat setelah pertanyaan diajukan,
sebagian besar mahasiswa lantas sibuk melakukan setiap aktivitas yang
kira-kira bisa menunjukkan kalau mereka sedang mencari jawaban. Namun
tetap saja, beberapa menit berlalu dan belum juga ada mahasiswa yang
memberanikan diri untuk mengangkat tangan.
Melihat situasi yang sebegitunya, dengan mencoba untuk tetap tenang, Si Ibu kemudian mulai menanyakan sesuatu yang lain. Setiap pertanyaannya beliau katakan dalam bahasa Inggris, saya di sini mencoba untuk menerjemahkannya. Pertanyaannya kira-kira seperti ini,
Melihat situasi yang sebegitunya, dengan mencoba untuk tetap tenang, Si Ibu kemudian mulai menanyakan sesuatu yang lain. Setiap pertanyaannya beliau katakan dalam bahasa Inggris, saya di sini mencoba untuk menerjemahkannya. Pertanyaannya kira-kira seperti ini,
"Saat teman kalian berada di depan untuk presentasi, apakah itu membantu kalian memahami materinya?"
Seluruh kelas terdiam, hanya ada satu-dua suara pelan yang tidak mungkin terdengar oleh Si Ibu. Beliau kemudian melanjutan pertanyaan,
"Kalau memang membantu kalian, kenapa setiap saya tanya tidak ada yang berani menjawab? Paling tidak bersuara."
"Atau karena kalian sekarang sudah berada di jurusan
masing-masing, misal saya berada di linguistik dan saya ingin menjadi
linguis, jadi kalian merasa kalau tidak membutuhkan makul ini?"
#jleb
Sebagai informasi, jurusan saya terbagi menjadi empat mainstream (minat/penjurusan).
Kita mulai memilih mainstream pada semester lima kemarin. Makul yang
sedang saya bicarakan ini seharusnya sudah kami terima di semester awal,
jauh sebelum kami memilih mainstream. Namun karena pergantian
kurikulum, mata kuliah ini kemudian tertunda dan baru diberikan di
semester ini. Meskipun ini adalah makul umum, tetapi memang mengarah ke
salah satu mainstream. Maka dari itu menurut saya wajar bila mahasiswa
dari mainstream lain tidak tertarik untuk mempelajari makul ini.
Ibu dosen kemudian menyampaikan beberapa hal. Dan suasana kelas menjadi agak melodramatis.
"Ketika saya masih mahasiswa, saya ingin mempelajari
semuanya, sampai-sampai mata kuliah yang sebenarnya tidak perlu saya
ambil, saya ambil.." Tutur beliau.
Pada titik ini, saya menyadari sesuatu. Ini memang dilema yang kita hadapi dalam sistem
pendidikan kita. Kita begitu fokus pada hasil, entah itu lolos tes
dengan nilai yang baik, atau lulus paling cepat di antara teman-teman
kita. Kita menjadi tidak benar-benar belajar. Kita melalukan apapun yang
diperlukan agar tujuan kita cepat tercapai. Termasuk mengambil makul karena formalitasyang
penting lulus dan SKS kita bertambah.
Kita hanya duduk di kelas,
mendengarkan kuliah, dan berharap agar kelas segera selesaitanpa
sedikitpun menaruh ketertarikan.
Sama seperti apa yang dikatakan ibu dosen tadi, sebagian kita mungkin berpikir, "Well,
saya sudah memilih (misalnya) linguistik dan saya ingin menjadi
linguis, jadi saya tidak membutuhkan makul ini". Jika memang begitu,
apakah selama kuliah kita mendapatkan sesuatu? Jawabannya: Iya, kita
mendapatkan sesuatu. Hanya saja, kita gagal memperoleh apa yang
seharusnya bisa kita peroleh bila lebih serius terhadap ilmu-ilmu yang
lain. Paling tidak, bila tidak bisa memahami setiap materi, kita
mendapatkan berbagai sudut pandang.
Jika hanya sekedar ingin lulus, mungkin kita hanya
belajar bagaimana mengingat nama, tempat, waktu, tokoh untuk kemudian
kita lupakan dan menghapal bab lain agar bisa mengerjakan ujian
berikutnya.
Mungkin universitas memang seperti itu: tempat
sebagian besar orang begitu ambisius dengan tujuannya untuk bisa keluar
secepat mungkin.
Di akhir curhatnya, ibu dosen berhasil memilih
kalimat paling bijak dan mengatakan, "Maaf, ini hanya dari pandangan saya
pribadi, saya tidak tahu keadaan kalian."
Who is she?? Penasaran ... kalo ga bu Sari ya bu Nia XD *nyebut merek*
ReplyDeletesalah satu dari beliau berdua itu Mas,
ReplyDelete