Terbaik untuk Siapa?

Apr 5, 2013

Suatu hari aku pergi ke Masjid Az Zumar, masjid di kampungku untuk Shalat Ashar. Aku lebih sering wudhu di masjid, termasuk sore itu. Waktu itu aku datang terlambat dan tempat wudhu sudah sepi, aku wudhu sendirian. Selang beberapa saat, datanglah seorang bapak muda. Tidak ada yang spesial dari penampilan, tidak memakai baju muslim, apalagi sorban, hanya makmum masbuk biasa. Namun kemudian ada anak kecil mengikuti di belakangnya, tampaknya putranya. Anak laki-laki itu masih sangat kecil sampai mencopot sandal saja butuh waktu agak lama.

Saya masih dalam proses wudhu, di samping si bapak. Tiba-tiba si bapak mematikan lagi keran airnya dan kembali ke putranya. Rupanya, beliau melingkiskan celana panjang putranya. Setelah itu kembali lagi dan menyalakan dua keran air. Satu keran air diatur sedemikian rupa agar nyala airnya tidak terlalu deras. Iya, itu untuk putranya. Deg, jantungku seperti terhenti beberapa saat ketika menyaksikan hal tersebut. Aku kontan memperlambat kecepatan wudhuku agar tetap bisa di situ untuk waktu yang lebih lama. Aku menyaksikan bagaimana si anak menirukan wudhu lambat ayahnya sambil tersenyum, bahkan setengah tertawa.

Lewat tulisan ini aku mencoba untuk menggambarkan apa yang ada di perasaanku saat itu, tapi tetap saja, ada beberapa hal yang tidak bisa diungkapkan dalam kata. Selesai wudhu, aku menarik nafas panjang. Aku melihat bagaimana cinta bisa terlihat dalam bentuk yang begitu sederhana. Cinta yang nyata, yang bisa dihadirkan setiap hari oleh seorang ayah terhadap anaknya. Apakah aku berlebihan? Aku hanya tidak melihat ini setiap hari. 

Apa yang dilakukan oleh bapak tersebut menunjukkan sudut pandang yang lain tentang konsep menjadi yang terbaik. Kita tidak perlu menjadi yang terbaik di antara orang banyak, cukup menjadi yang terbaik untuk orang yang tepat. Apa yang biasa kita lihat adalah bagaimana orang-orang bersaing di masyarakat untuk mendapatkan tempat. Orang mengejar prestasi setinggi-tingginya untuk mendapat pengakuan. Akan mengherankan bila orang berusaha keras untuk memenangkan dunia tetapi hati orang-orang terdekatnya bahkan tidak dimenangkan.

Mari memikirkan kembali tentang apa yang benar-benar kita cari dalam hidup ini. Ada orang yang mungkin kehadirannya tidak dilihat oleh orang banyak, bahkan dianggap tidak penting, tapi setiap hari di rumah anaknya bilang, “Bapak adalah bapak terhebat sedunia.”

“Tak dapatkah kau lihat? Terkadang malaikat itu tak bersayap, tak cemerlang, tak rupawan.” –Dewi Lestari

1 comment: