SAYA sudah
bilang ke beberapa orang kalau saya suka serigala. Those
ferocious carnivores are freaking awesome, I’ll tell you one of the reasons.
Saya pernah sangat suka drama Asia. Saya pikir itu mungkin akan menjinakkan pola pikir
patriarki* saya. Ketika menjumpai salah satu drama Korea yang berjudul The Werewolf Boy, saya tertarik untuk
menontonnya. Ceritanya bagus, hanya saja endingnya menyesakkan—seperti drama-drama
yang lain. Saya tidak tahu, apakah kebanyakan drama Asia memiliki ending yang seperti
itu, selalu membuat penontonnya “nggak terima” tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
Sejauh ini,
juara satu ending paling nyesek masih
dipegang You Are the Apple of My Eyes.
Entah mengapa saya pilih itu, karena ceritanya sebenarnya sangat biasa: cowok
PDKT lama, tapi nikahnya sama orang lain. Tapi mungkin justru karena sangat
biasa, cerita itu menjadi sangat dekat dengan kita. Ada satu kisah lagi yang luar
biasa nyesek, judulnya Miracle in Cell No
7. Tapi itu nyeseknya lebih ke bikin
emosi. Dan cerita drama seperti itu, menurut saya, tidak bisa di-ranking dengan
ranah yang sama dengan You Are the Apple
of My Eyes tadi.
Sekarang kembali
ke The Werewolf Boy. Film itu secara
garis besar bercerita tentang kisah cinta antara seekor manusia serigala dengan
gadis yang “menemukannya” terkurung di kandang. Serigala itu adalah hasil
percobaan seorang ilmuan, kemungkinan besar untuk kepentingan perang. Ketika pertama
kali ditemukan, bocah serigala itu masih seperti binatang. Namun seiring waktu
berlalu, gadis itu berhasil menjinakkan bocah serigala dan merubahnya menjadi
laki-laki tampan (atau cantik?).
Saya suka happy ending, tapi masih sering “kaget” dengan happy ending yang
tidak tuntas. Ending The Werewolf Boy itu sendiri sebenarnya “happy”,
tapi kalau memakai
istilah yang viral di
internet: mindfuck. Ceritanya
bisa membuat kacau pikiran; karena runtutan plot dalam cerita itu mengarah ke
happy ending, tapi kemudian akhirnya ditabrakkan ke ending yang membuat kita
tidak terima. Dalam The Werewolf Boy, endingnya
seperti ini: bocah serigala dan gadis manis tidak bisa bersatu, (dan karena “teori”
kekekalan cinta serigala tadi) bocah serigala tetap menunggunya, bahkan sampai
si gadis menjadi seorang nenek.
Saya agak paham sekarang, bahwa cerita itu memang sebenarnya happy ending, hanya
miss di bagian kebersamaan cinta
keduanya. Karena gadis itu, bocah serigala bisa agak educated; dia bisa makan, berpakaian, dan bersikap secara beradab.
Dia nyaris menjadi manusia seutuhnya. Dia bahkan bisa menulis dan membaca. Si
gadis sering mengajarinya berbicara, dan mengatakan padanya kalau dia sangat
ingin mengobrol. Ironisnya, kalimat pertama yang dia dengar dari serigala itu
adalah “don’t go”, saat mereka harus
berpisah karena bocah serigala dianggap monster yang berbahaya.
Terlepas
dari apakah argumen yang mengatakan bahwa “serigala adalah hewan yang hanya
bisa mencintai satu betina sepanjang hidupnya” itu benar atau salah,
dengar-dengar “teori kekekalan cinta”seperti itu memang ada di dunia hewan.
Pernah dengar hewan tarsius? Hewan kecil itu konon hanya akan memiliki satu pasangan
sepanjang hidupnya. Dan romantisnya, begitu pasangannya mati, dia juga akan
mati tidak lama kemudian. Konon itu juga terjadi pada penguin. Dan mungkin,
cinta yang heroik itu, juga terjadi pada orang-orang yang kita kenal.
Orang
seperti itu tidak bodoh, dia hanya terlampau baik. Intinya, bila hewan saja bisa sampai seperti
itu, mengapa manusia yang memiliki fitrah hanif (baik) ini mudah sekali berganti-ganti “cinta”? Apa yang sebenarnya coba Tuhan katakan
dengan menciptakan tarcius dan penguin? []
*yang saya maksud patriarki di sini intinya simpel: patriarki adalah sebuah sistem di masyarakat yang lebih mengagungkan kaum laki-laki. Sementara kita tahu bahwa di drama Asia: perempuan begitu dihormati dan ditunggu, sampai kadang laki-lakinya galau ketika perempuan yang dicintainya pergi.
Tarsius, bisa jadi simbol baru untuk kesetiaan. |
*yang saya maksud patriarki di sini intinya simpel: patriarki adalah sebuah sistem di masyarakat yang lebih mengagungkan kaum laki-laki. Sementara kita tahu bahwa di drama Asia: perempuan begitu dihormati dan ditunggu, sampai kadang laki-lakinya galau ketika perempuan yang dicintainya pergi.
Ah ini film-film yg disebutin favoritan saya banget nih. Pernah saya ulas Werewolf Boy ini bersama film-film bertema "Cinta Beda Spesies" kayak Warm Bodies (zombie x manusia) sama Man of Steel (alien x manusia). Bahkan pernah bikin fanfic crossover segala sama GGS.
ReplyDeleteSaya sih ga terlalu setuju sama definisi mindfuck-nya. Plot twist di endingnya emang iya bikin nyesek, tapi menurut saya mah belum bisa dimasukin kategori film mindfuck.
Kamu juga nganalisis Twilight juga nggak? :D
DeleteOh gitu ya, hmm.. jadi mikir lagi nih istilah yang tepat dalam hal ini. Soalnya yg kupahami dari "mindfuck" adalah dia mengacaukan pikiran. Jadi film ini endingnya bukan hanya nyesek, tapi sampai ke tahap yg bikin pikiran "bingung". Kita terbiasa dikasih happy ending sih sama film Disney haha!
Horeee, ketemu lagi sama salah satu fansnya You Are The Apple of My Eye hahaha. Gua suka banget sama film yg satu itu, bener bener top abis. Sederhana, tapi jleb banget endingnya.
ReplyDeleteIya film itu emang sesuatu banget. Aku sampai beli novenya lho. Ntar deh insy aku upload tulisanku tentang novel itu, ceritanya agak beda soalnya.
DeleteFilm nya seru-seru tuh ban cahyo, bikin gregetan.
ReplyDeleteNah makanya aku suka drama Asia
Deletegue ga suka nnton korea tapi cuman liat ceweknya doang
ReplyDeleteCoba ntar kalau liat lagi diperhatiin ceritanya Bang, bagus lho.
Deletemakasih Gan :)
ReplyDeletefilm you are the apple of my eyes,tuh yang paling nyesek
ReplyDeletewkwkkwkwkkw
http://si-ojikkidiw.blogspot.com/
udah baca novelnya?
Delete